Lintas Negara Komit Manfaatkan Teknologi Antariksa untuk Sistem Kebencanaan dan SDG

 

Pingintau.id, Jakarta – Kerentanan global terhadap meningkatnya bencana alam akibat perubahan iklim semakin krusial, khususnya Asia Pasifik sebagai kawasan yang paling potensial terdampak. Teknologi penginderaan jauh dan data satelit merupakan salah satu solusi dalam memetakan potensi bahaya serta sistem peringatan dini bencana, yang dielaborasi pemanfaatannya untuk lintas negara pada hari ini, (26/10), melalui pertemuan tingkat tinggi The Fourth Ministerial Conference on Space Applications for Sustainable Development in Asia and the Pacific, di Jakarta.

Konferensi ini bertujuan untuk mendeklarasikan pemanfaatan teknologi ruang angkasa kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) di kawasan Asia Pasifik, melalui serangkaian pertemuan teknis yang membahas peningkatan kapasitas teknis, kebijakan pemerintah, mekanisme penggunaan data, serta pelibatan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun sistem pemantauan bencana dan pringatan dini.

Armida Salsiah Alisjahbana, Under-Secretary-General dan Eksekutif Sekretaris Komisi Ekonomi dan Sosial PBB (ESCAP), menyampaikan bahwa teknologi ruang angkasa memberikan banyak solusi untuk kemajuan sosial ekonomi, khususnya masa setelah pandemi dan seterusnya. “Pada kesempatan ini, dengan senang hati saya sampaikan bahwa negara anggota kami telah mengimplementasikan 600 aktifitas yang berkontribusi pada pencapaian SDG, 154 dari 188 rencana aksi telah dilakukan,” ungkap Armida.

Satu dari tiga pesan kunci ESCAP adalah menyebarkan kepakaran, kapasitas, pengalaman, dan sumber daya di kawasan Asia Pasifik, sehingga pemanfaatan teknologi ruang angkasa akan memberikan manfaat secara luas, khususnya bagi negara yang memerlukan bantuan khusus.

 

Berkesempatan menjadi tuan rumah, Indonesia juga menjadi leader dan inisiator dalam pertemuan teknis terkait konferensi ini. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menyampaikan bahwa untuk mendorong program keantariksaan, Indonesia telah berencana mengembangkan dan mengoperasikan 19 konstelasi satelit yang dapat digunakan untuk penginderaan jauh, komunikasi, dan aplikasi lainnya.

“Kami terbuka untuk kolaborasi lebih lanjut dan kerja sama diantara negara-negara Asia Pasifik. Indonesia juga membuka kolaborasi dalam pengembangan Stasiun Ruang Angkasa Biak untuk aktifitas peluncuran, sehingga akses keantariksaan terbuka untuk kawasan (Asia Pasifik),” terang Handoko dalam sambutannya.

Berkenaan dengan Rencana Strategis Nasional untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Indonesia akan melanjutkan aktifitas terkait program ESCAP dan SPACE+. “Pemanfaatan Geographic Information Systems (GIS), teknologi digital, teknologi data sharing geospasial seperti Big Data crowdsourcing, cloud computing, dan Internet of Things akan terus diintensifkan bersama kolaborasi pemangku kepentingan nasional, regional, dan internasional,” pungkas Handoko.

Sementara itu, Deputi Menteri/Kepala BPPENAS, Subandi Sarjoko, mengemukakan bahwa tahun ini merupakan momentum untuk normalisasi kondisi sosial ekonomi akibat pandemi. Setiap negara di dunia perlu untuk berinovasi dan mencari jalan keluar agar lompatan mencapai target SDG dapat tercapai. “Salah satu tantangan dalam SDG adalah database dan metadata yang belum terintegrasi secara global maupun nasional. Teknologi ruang angkasa adalah solusi agar celah kebutuhan database dan metadata dapat tertutup. Dalam hal pemanfaatan teknologi untuk pemulihan terhadap bencana, no one left behind” jelas Subandi.

Pembukaan konferensi tingkat menteri ini juga menghadirkan beberapa perwakilan menteri dan institusi internasional yang menyampaikan opening speech. Susil Premajayantha, Menteri Pendidikan Sri Lanka,  S. Somanath, Kepala Indian Space Research Organization, Joel Joseph S. Marciano Jr., Direktur Jenderal Philippine Space Agency, Zhang Guangjun, Wakil Menteri Ministry of Science and Technology of China, dan Petteri Taalas, Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization (WMO).

Para pemimpin lembaga tersebut menyatakan persetujuannya bahwa teknologi ruang angkasa sangat membutuhkan kolaborasi dan penguatan kerja sama, terutama antara negara maju dengan negara berkembang di kawasan Asia Pasifik. “Isu suhu, iklim, dan air semakin sering terjadi. Asia Pasifik adalah kawasan yang paling terdampak di dunia. Sistem peringatan sangat diperlukan, dan teknologi ruang angkasa memainkan peran yang begitu penting,” ujar Taalas mewakili badan meteorologi dunia.

 

Bertindak memimpin jalannya konferensi dan deklarasi, Handoko selaku Kepala BRIN dipilih sebagai Ketua persidangan setelah diusulkan oleh delegasi dari Thailand, Uzbekistan, dan Singapura, diikuti Premajayantha dan Marcano Jr. sebagai Wakil Ketua. Konferensi akan ditutup dengan penyampaian dan laporan dan deklarasi setelah melalui lima agenda persidangan pada hari ini. [***]

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *