Hadirkan Profesor Gilles Ausias dari Universit de Bretagne Sud, Prancis di Kuliah Tamu, Ini Asa PRTP BRIN

 

Pingintau.id, – Pusat Riset Teknologi Polimer Badan Riset dan Inovasi Nasional (PR TP – BRIN) mengadakan kuliah tamu bidang Kimia Polimer, pada Rabu (1/3), Kawasan Sains dan Teknologi (KST) BJ Habibie. Kuliah ini menghadirkan Profesor Gilles Ausias dari Universit de Bretagne Sud, Prancis.

Kepala Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM) yang diwakili oleh Kepala Pusat Riset Teknologi Polimer (PRTP), Joddy Arya Laksmono menyampaikan, Prof. Ausias memiliki kompetensi di bidang polimer. “Bidang khususnya yaitu di bidang reologi non-Newtonian. Kemudian beliau melakukan penelitian dengan melakukan berbagai pencocokan data antara hasil penelitian dan model matematika adalah keahliannya,” ujarnya.

Joddy berharap, Prof. Ausias dapat memberikan ilmunya melalui forum kuliah tamu ini. “Dengan acara kuliah tamu ini. semoga dapat membangun ekosistem riset, khususnya menjalin kerja sama riset yang baik antara lembaganya dengan BRIN, khususnya di bidang yang berkaitan dengan polimer,” harapnya.

Ausias menyampaikan tema mengenai Polymer foam processing, dengan sub tema yaitu foam poliuretan termoplastik yang diproduksi dengan fluida superkritis yang diproses menggunakan injection molding, foam elastomer termoplastik tervulkanisir yang diproduksi dengan mikrokapsul yang dapat mengembang ketika dipanaskan, dan 3D printing untuk foam polimer.

“Foam poliuretan termoplastik digunakan untuk bumper pada mesin yang berfungsi sebagai peredam getaran. Produk ini diproduksi menggunakan injection molding, dengan fluida superkritik yang dimasukkan ke dalam screw bersama material poliuretan. Fluida superkritik memiliki temperatur, tekanan, dan densitas yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan gelembung di dalam foam yang diproduksi,” jelasnya.

 

Ia menerangkan bahwa di awal riset, gas membuat gelembung (bubble) yang sangat besar dengan ukuran larutan dan difusi gas dalam termoplastik. “Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengukuran konsentrasi maksimum gas dalam polimer dengan menggunakan timbangan. Pengendalian ukuran gelembung dilakukan dengan mengubah parameter proses,” ucapnya.

Studi yang dilakukan Prof. Ausias berikutnya adalah foam dari elastomer termoplastik EPDM (ethylene propylene diene monomer) tervulkanisir yang digunakan untuk sealing otomotif.

“Foam ini diproduksi menggunakan mikrokapsul yang berisi fluida hidrokarbon. Mikrokapsul (diameter 10 mikron, ketebalan dinding 2 mikron) dicampurkan dengan EPDM. Pada temperatur tertentu, mikrokapsul pecah dan fluida hidrokarbon memuai sehingga membentuk gelembung,” katanya.

“Pengendalian ukuran gelembung dalam foam yg dibuat dengan fluida superkritik sangat sulit, sehingga kami menggunakan mikrokapsul berisi hidrokarbon untuk membuat busa pada riset berikutnya,” terangnya.

Topik riset berikutnya yang dipaparkan Prof. Ausias adalah pencetakan busa menggunakan 3D printer. Material yang digunakan adalah elastomer termoplastik dan mikrokapsul berisi fluida hidrokarbon. Produksi foam dengan 3D printer dilakukan melalui beberapa tahap.

“Pertama, material elastomer dan mikrokapsul dicampur menggunakan twin screw extruder lalu dijadikan pellet. Kemudian pellet diproses menggunakan ekstrusi untuk menghasilkan filamen. Selanjutnya filamen dicetak menjadi produk menggunakan 3D printer,” paparnya.

Pada pemrosesan tahap pertama dan kedua dilakukan pada temperatur yang relatif rendah supaya mikrokapsul tidak pecah. “Pemrosesan tahap ketiga dilakukan pada temperatur tinggi supaya mikrokapsul pecah, fluida hidrokarbon memuai, sehingga gelembung dapat terbentuk,” imbuhnya.

Menurutnya, perubahan temperatur pada 3D print menghasilkan ekspansi yang berbeda. Semakin temperatur tinggi, ekspansi semakin besar.

“Dengan 3D printing bisa dibuat sandwich composite dengan densitas yang berbeda dari bawah ke atas, dengan mengubah temperatur proses. Untuk bagian skin yang memiliki densitas tinggi, dilakukan 3D printing pada temperatur yang relatif rendah,” jabarnya.

“Sedangkan untuk memperoleh core dengan densitas rendah, dilakukan 3D printing pada temperatur tinggi. Untuk mendapatkan ketebalan lapisan yang sama antar lapisan, perlu dilakukan perubahan parameter, karena dengan kenaikan temperatur, laju alir meningkat. Hardness menurun dengan kenaikan diameter bubble akibat kenaikan temperatur,” ulas Profesor dari Institut de Recherche Dupuy de Lome.[***]