Pingintau.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan langkah antisipatif sejak enam bulan sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 untuk meredam isu informasi palsu (hoaks), politik SARA, disinformasi, misinformasi, dan malinformasi. Pemilu dijadwalkan akan digelar pada 14 Februari, dengan harapan untuk berlangsung secara demokratis, jujur, adil, dan damai.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Nezar Patria, mengidentifikasi isu disinformasi sebagai salah satu tantangan utama, meski menyatakan penurunan jumlah isu dibandingkan Pemilu 2019 dan Pilkada 2017.
Dalam sebuah Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024’, Nezar Patria menggarisbawahi penurunan politik identitas yang selama ini mendominasi wacana pemilu.
Namun, ia juga mencatat adanya peningkatan pola kampanye hitam yang memanfaatkan teknologi informasi terbaru.
Keberbedaan lain pada pemilu kali ini adalah penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam menciptakan konten palsu, seperti teknik deepfake, yang sulit dibedakan dengan pandangan sekilas.
Nezar menyebut bahwa Kemenkominfo telah berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk media arus utama dan platform media sosial yang rentan terhadap penyebaran disinformasi.
Kemenkominfo bekerja sama dengan platform media sosial seperti Google, Meta, Tiktok, dan lainnya untuk menciptakan ruang digital yang sehat guna menyukseskan Pemilu 2024.
Sejak 1 Juli 2023 hingga 24 Januari 2024, Kemenkominfo telah mengidentifikasi 195 isu hoaks di 2.885 konten, dengan 1.545 konten telah ditindaklanjuti.
Meskipun isu disinformasi berkurang, Nezar menekankan bahwa pemilu berskala besar membutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ekosistem media, dan organisasi masyarakat.
Polarisasi yang mungkin terjadi juga diantisipasi untuk menciptakan pemilu yang damai dan integratif.
Selain itu, Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers, menyampaikan bahwa kepercayaan masyarakat pada media mainstream meningkat menjelang Pemilu 2024, dengan survei menunjukkan rata-rata kepercayaan mencapai 39 persen.
Arya Fernandes dari CSIS menyoroti pergeseran kampanye dari media sosial kembali ke media mainstream, sebagian karena masyarakat mulai merasa jenuh dengan informasi tidak terverifikasi dan hoaks di media sosial.
Kesemuanya menunjukkan upaya bersama untuk menciptakan lingkungan informasi yang sehat dan dapat dipercaya menjelang Pemilu 2024.(***)