BRIN Apresiasi Penulis Jurnal

Pingintau.id, Jakarta -Kolaborasi Tim Peneliti Arkeometri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Griffith University menghasilkan sebuah penemuan yang istimewa. Bahkan, jurnal berjudul “Surgical amputation of a limb 31,000 years ago in Borneo” dan juga “Palaeolithic cave art in Borneo” tersebut masuk dalam laman internasional nature.com.

Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) BRIN, Herry Jogaswara memberikan apresiasi untuk para penulis jurnal. Bahkan para peneliti BRIN tersebut berhasil meraih penghargaan sains Achmad Bakrie Award atas rentetan temuan aneka lukisan figuratif tertua di dunia yang berada di gua purba di Kalimantan Timur (Kaltim) dan Sulawesi Selatan (Sulsel).

“Riset ini berhasil untuk memperluas referensi di bidang kesehatan, etnobotani, dan sebagainya. Dari hasil riset ini mungkin dapat membangun riset-riset lain terkait kesehatan, metode pengobatan, riset ini sangat menginspirasi,” tambah Herry dalam acara yang dibalut dengan konsep “Rilis Media Publikasi” yang dihelat secara daring melalui Zoom dan kanal YouTube, Kamis (8/9).

Temuan-temuan di dalam jurnal menunjukkan bahwa sebuah riset arkeologi tidak mungkin tanpa adanya kolaborasi. Proses kolaborasi ini menjadi dasar dalam mendapatkan temuan-temuan penting. Herry berharap Kalimantan yang menjadi calon Ibu Kota Negara (IKN), terdapat peninggalan arkeologi yang mendetail dan dapat terjamah oleh para peneliti. Peneliti juga harus bersinergi cepat dengan pembangunan fisik di wilayah IKN.

Peneliti Utama BRIN, I Made Geria menjelaskan bahwa tulisan di jurnal nature.com memberikan inspirasi. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keragaman hayati dan ekosistem tentunya sangat kaya akan situs purbakala. “Gua sebagai tempat hunian memiliki fungsi pengatur suhu alami. Hasil dari adaptasi masyarakat lalu dalam mengatasi kondisi lingkungan, selain sebagai fungsi daur hidrologi dengan lukisan fungsi pelindung,” ujar Geria.

Manusia purba memiliki kemampuan memanfaatkan sumber alam dan memuliakan alam. Dekat dengan alam, mempelajari alam dan isinya serta mempelajari pengobatan. Fondasi keberlanjutan sudah dilakukan manusia purba, hingga sekarang yang diwarisi oleh suku-suku bangsa ternyata sudah mengakar dari dulu.

Prof. Maxime Aubert, arkeolog dari Griffith University Australia memaparkan jurnal dengan tema “Ice Age Art in The Tropics”. Dalam paparannya, Aubert menjelaskan mengenai lukisan di dinding gua yang berada di Sulawesi dan Kalimantan. Aubert yang juga meneliti bersama peneliti BRIN di sana menunjukkan hasil kolaborasi riset mengenai teknis perburuan pada zaman purbakala yang terabadikan di dinding gua. Serta yang lebih menakjubkan, ditemukannya lukisan dinding gua tertua yang berusia kurang lebih 43.900 tahun yang lalu. Hal ini membuka wawasan kita bahwa Indonesia sangat kaya akan peninggalan-peninggalan prasejarah.

Peneliti BRIN, Adhi Agus Oktaviana memaparkan bahwa di Indonesia gambar cadas banyak peninggalannya. Adhi juga menampilkan peta kawasan karst (batu cadas/gamping) yang ada di Indonesia. Karst di Indonesia terbagi menjadi dua area, yakni ada di wilayah hutan hujan tropis yang padat pepohonan. Kemudian, mengarah ke Indonesia timur umumnya berada di pesisir pantai. Sebaran lukisan gua di indonesia sudah diteliti sejak tahun 2013 di Sulsel saat Prof. Maxime Aubert mengambil sampel uranium. Seni prasejarah Homo Erectus 500.000 tahun yang lalu terdapat motif zigzag dari fragmen (pecahan) kerang.

“Di masa manusia modern awal nusantara terdapat motif anoa dan matahari, ada juga tulang dan perhiasan. Lukisan gua dari 54.000 tahun yang lalu sampai periode kemudian, ditemukan motif gambar banteng di bagian ekornya diikuti motif cap tangan dan cap tangan anak-anak,” jelas Adhi.

Pada saat penelitian di Kaltim awal 2020, para peneliti menemukan enam situs liang (gua) baru. Lalu kemudian para peneliti berfokus pada Liang Tebo. Setelah dicek, akhirnya peneliti melakukan perekaman kembali di Liang Tebo. Terdapat 54 motif gambar, sebagian besar adalah cat tangan dan beberapa darinya sudah mengelupas.

Arkeolog dari Griffith University, Tim Maloney menjelaskan temuannya bersama peneliti BRIN mengenai operasi amputasi anggota tubuh 31.000 tahun yang lalu di Kalimantan. Mereka menemukan sisa-sisa kerangka individu yang tubuhnya lebih rendah kaki kirinya sehingga bisa disimpulkan bahwa itu adalah amputasi melalui pembedahan saat masih anak-anak, 31.000 tahun yang lalu.

Ajaibnya, individu tersebut bertahan hidup hingga dewasa sebagai orang yang diamputasi. Bukti prasejarah mengenai operasi amputasi ini diterbitkan di jurnal Nature. Hal ini menakjubkan, karena menunjukkan keahlian medis tingkat lanjut yang dikembangkan oleh pemburu manusia purba di hutan hujan tropis.

Para peneliti tidak dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa kolonisasi manusia di hutan hujan purba Kalimantan mendorong dan memfasilitasi kemajuan awal dalam teknologi medis yang unik. Tingkat infeksi luka yang cepat di daerah tropis mungkin telah merangsang pengembangan obat-obatan baru yang berasal dari keanekaragaman hayati tanaman dan flora endemik Kalimantan yang sangat kaya. Pada penutupnya, moderator acara Nico Alamsyah menyimpulkan bahwa struktur masyarakat yang sangat kuat sehingga dapat saling membantu antar individu. Manusia purba di Indonesia juga menguasai teknologi antiseptik, biomedicine.[***]

 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *