Ancaman krisis pangan, BRIN kembangkan Mi instan dari pati sagu,baca yuk !

Pingintau.id, Presiden RI Joko Widodo beberapa waktu lalu mengingatkan, bahwa krisis pangan dapat melanda kita. Dampaknya impor gandum akan terhambat, karena adanya perang Rusia – Ukraina. Dalam mengatasi mengatasi hal tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah, Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah, menyelenggarakan Webinar, membahas ‘Teknologi Pengolahan Pangan Alternatif untuk Mengatasi Kelangkaan Gandum’, di Jakarta, Rabu, (20/07).

Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, kebutuhan gandum untuk industri pada tahun 2022 mencapai 11,1 juta ton, yang digunakan untuk bahan baku tepung terigu. Dari total kebutuhan gandum tersebut, sekitar 2,8 juta ton dipenuhi dari Ukraina atau 25,2% dari total kebutuhan, dan dari Rusia sebesar 2.900 ton.

“Pemerintah sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 92 trilyun, untuk ketahanan pangan. Wujud riset dari ketahanan pangan, berupa  riset pangan alternatif, sudah banyak dilakukan oleh BRIN,” ungkap Plt. Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah – BRIN Wihatmoko Waskitoaji, saat memberikan sambutan.

Ia melanjutkan, beberapa contoh yang disampaikan oleh para narasumber, mudah-mudahan bisa menjadi pembelajaran untuk kita, dan dapat diterapkan di daerahnya masing-masing. “Apabila perlu kerja sama, silakan langsung menghubungi BRIN, kami akan mem back up proses tersebut. Kami juga akan menyelenggarakan webinar serupa, agar Pemda dapat menyosialisasikan hal yang sama, kepada Pemda lainnya,” ucapnya.

Dini Ariani peneliti dari Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, menjelaskan tentang pangan lokal, yaitu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat, sesuai dengan potensi dan kearifan lokal, antara lain umbi, kacang, dan padi. Di sisi lain, pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia, masih tergolong rendah.

Sagu sebagai Alternatif Pangan Fungsional

“BRIN berupaya dengan melakukan berbagai inovasi teknologi tentang pengolahan dari umbi-umbian tersebut. Kami mencoba mengolah umbi menjadi tepung, yang dapat meningkatkan nilai ekonomi, daya jual lebih tinggi,  dan memperpanjang masa simpan. Kemudian, sebagai sumber karbohidrat pengganti terigu, dan pangan fungsional,” ungkapnya.

Pangan fungsional, adalah bahan pangan dan produk pangan mengandung fungsi gizi dasar, yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Potensi umbi-umbian, mengandung sumber karbohidrat, serat, antioksidan, Fe,Ca, dan Posfor. Umbi-umbian yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: ubi kayu, ganyong, garut, kentang hitam, tala kimpul, gembili, gembolo, jalaweru, dan porang.

Tahun 2019, tambah Dini,  BRIN bekerja sama dengan UKM Putri 21, Gunung Kidul Yogyakarta, mencoba mengembangkan MO-MIE, atau Mocaf Mie. “Inovasi mi cup siap seduh bebas gluten, berbasis mocaf, produk pangan alternatif sumber karbohidrat, dan serat. Terbuat dari 100% bahan pangan lokal, yaitu tepung mocaf, tepung sagu, tapioka, dan tepung beras,” paparnya.

Alit Pangestu peneliti PRTPP BRIN, memaparkan bahwa potensi sagu Indonesia mencapai 5,5 juta ha, dan pemanfaatannya baru sekitar 5%. Fakta-fakta tentang sagu Indonesia, pertama, memiliki luas lahan sagu terbesar di dunia.

“Kedua, dari 6,5 juta ha lahan sagu di seluruh dunia, 5,5 juta ha terdapat di Indonesia,  80% lahan sagu berada di wilayah Papua. Ketiga, tepung sagu bisa menjadi substitusi tepung terigu. Keempat, hemat devisa Rp. 2,4 trilyun, jika sagu mensubstitusi 10% tepung terigu. Kelima, substitusi tepung sagu sebesar 20%, sama hal nya menghemat devisa Rp. 4,8 trilyun,” bebernya.

Ia menjelaskan, pengembangan mi instan dari pati sagu, merupakan ide mengembangkan produk pangan berbasis sagu yang populer, dan mudah diterima masyarakat. Sagu sebagai pangan pengganti nasi, dan alternatif mi instan dari tepung terigu. Menggunakan bahan baku lokal lebih dari 75%, tanpa penambahan terigu.

Bahan baku lokal, imbuh Alit, seperti tepung singkong, pati sagu, tepung ubi jalar, tepung jagung, dan tepung mocaf, memiliki potensi sebagai bahan baku mi. “Sebagai upaya diversifikasi pangan, dan ketahanan pangan. BRIN telah mengembangkan formula, dan teknologi produksi mi instan non terigu berbahan pati sagu, dan telah dikomersialkan oleh mitra,” katanya.

“Pati sagu dapat digunakan sebagai pengganti terigu, dengan formulasi dan teknologi proses yang tepat. Perlu kerja sama semua pihak, baik pemerintah, industri, maupun petani, supaya harga pati sagu lebih kompetitif, dan kualitasnya terjaga,” harap Alit.[***]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *