Selain kelapa sawit, kopi dan coklat, Indonesia juga punya komoditas unggulan lain yang memegang peran penting dalam pasar global. Komoditas itu adalah kelapa. Sebagai gambaran, pada 2022, Indonesia mampu memproduksi kelapa sebanyak 17.190.327 ton atau setara dengan 27% produksi kelapa dunia. Sementara di sisi ekspor, pada 2023 Indonesia dapat mengekspor kelapa dan turunannya sebesar USD1,5 miliar.
Potensi besar itu, tentu saja tidak luput dari radar pemerintah. Demi memperbesar pasar ekspor nyiur, nama lain dari kelapa, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengembangkan komoditas tersebut melalui program hilirisasi.
Kelapa atau nyiur (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam genus Cocos dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Kelapa dikenal sebagai pohon serbaguna bagi masyarakat tropika. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai guna dalam kehidupan orang. Baik sebagai bahan bangunan, juga untuk makanan hingga kosmetik.
Kelapa di Indonesia dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti minyak goreng, santan, kopra, dan gula kelapa. Kelapa juga merupakan bahan baku penting dalam industri pengolahan makanan, minuman, dan kosmetik.
Adalah daging bagian dalam dari benih matang membentuk bagian yang secara teratur menjadi sumber makanan bagi banyak orang di daerah tropis dan subtropis. Kelapa berbeda dari buah-buahan lain karena endosperma mereka mengandung sejumlah besar cairan bening, disebut “santan” dalam literatur, dan ketika belum matang, dapat dipanen untuk diminum sebagai “air kelapa”, atau juga disebut “jus kelapa”.
Dalam catatan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) mengatakan setidaknya ada 13 ragam komoditas turunan kelapa yang telah laris di pasar global. Ekspor produk olahan kelapa yang mendunia itu sudah menembus puluhan negara tujuan yang tersebar di enam benua, mulai dari Asia, Eropa, Australia, Afrika, Amerika Utara, hingga Amerika Selatan.
Menurut Badan Karantina Pertanian Indonesia, hampir seluruh bagian kelapa telah diekspor, mulai dari daging kelapa, air kelapa, tempurung kelapa, sabut kelapa, sampai batang kelapa. Indonesia pun tercatat sebagai negara produsen kelapa terbesar di dunia. Adapun sentra produksi kelapa di tanah air selama lima tahun terakhir tersebar di Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah.
Riau memberikan kontribusi 395,5 ton atau produksen terbesar untuk kelapa di Indonesia sebesar 11,92 persen, selanjutnya Sulawesi Utara sebanyak 271,1 ton (9,33 persen), Jawa Timur sebanyak 257,5 ton (9,17 persen), Maluku Utara sebanyak 240,8 to (7,95 persen), dan Sulawesi Tengah sebanyak 229,4 ton (6,77 persen). Sisanya sebesar 54,86 persen merupakan kontribusi dari provinsi lainnya, termasuk Lombok.
Potensi di Lombok
Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika, potensi kelapa, khususnya di Lombok, berlimpah. “Potensi ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan penyusunan roadmap hilirisasi kelapa terpadu dan penentuan model bisnis yang tepat untuk mengembangkan ekosistem pengembangan kelapa terpadu. Saat ini, Kemenperin bersama stakeholders terkait sedang menyusun roadmap tersebut,” jelas Dirjen Putu Juli Ardika dalam kunjungan kerja ke Lombok, Nusa Tenggara Barat, Selasa (23/4/2024).
Lombok merupakan salah satu daerah yang dianggap dapat menjadi center of excellence sebagai contoh pengolahan kelapa yang baik. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah telah menggelontorkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp16,8 miliar ke Kabupaten Lombok Utara, demi mendukung industri pengolahan kelapa sepanjang tahun 2022 hingga 2024. Di wilayah tersebut, pelaku industri kelapa mampu menghasilkan Virgin Coconut Oil (VCO), minyak dan tepung kelapa.
Menyoroti peran penting dalam menjaga lahan budi daya kelapa yang lestari, Dirjen IA menegaskan pentingnya memperhatikan kebutuhan akan ruang untuk aktivitas lain. Tujuannya, agar kebutuhan seperti lahan pangan tidak turut dikorbankan. Dengan demikian, hal itu dapat mendukung dan berdampak pada ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Sumber daya manusianya juga perlu diperhatikan agar mampu mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan konsumen. Kami memandang perlu adanya pelatihan SDM yang bisa difasilitasi oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kemenperin,” ujarnya.
Selain tantangan di sektor SDM, industri kelapa juga mengalami tantangan di sisi hilir. Meski telah mampu menghasilkan minyak kelapa, VCO, dan tepung kelapa, masih terdapat beberapa produk hilir yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh salah satu pengelola Sentra Olahan Kelapa Kabupaten Lombok Utara, Zulhadi. “Masih banyak produk samping kelapa yang sebenarnya bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Untuk itu, perlu adanya bisnis model pengembangannya,” ungkapnya.
Sejauh ini, pengolahan produk berbahan baku kelapa banyak dilakukan dalam skala home industry. Produk yang dihasilkan antara lain, minyak kelapa, dan VCO serta kerajinan sabut kelapa.[***]
sumber &foto : Indonesia.go.id