Pingintau.id, MATARAM – Ketika data informasi dimunculkan, permasalahan data yang terjadi di lapangan adalah kesulitan dalam mencari data ketika sedang dibutuhkan. Belajar dari pengalaman Gempa Lombok tahun 2018, Posko Darurat Bencana Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, banyak data berlimpah pada masa tanggap darurat. Data dari berbagai sumber mengalir ke posko namun kesulitan dalam pengelolaannya dan data yang mana yang akan digunakan.
“Belajar dari hal tersebut, diperlukannya sumber satu data yang terpadu. BNPB dengan dukungan UNFPA, mengembangkan suatu kerangka kerja Satu Data Bencana Indonesia dengan membawa satu harapan besar untuk mengintegrasikan data terkait bencana yang ada di setiap kementerian maupun OPD dalam satu kerangka kerja yang sama,” ucap Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi BNPB, Teguh Harjito.
Kegiatan Lokakarya Satu Data Bencana ini dilaksanakan pada 12-13 September 2022 di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dihadiri dari berbagai perwakilan daerah, antara lain BPBD Provinsi NTB, Diskominfotik Provinsi NTB, BPBD Kota Bima, BPBD Kota Mataram, BPS, Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, DInas ESDM, Dinas LHK, Dinas Perumahan dan Pemukiman, Tim Siap Siaga, UNFPA, Puji Pujione Center, Biro Hukum BNPB dan Pusdatinkom BNPB.
Acara dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTB yang menyampaikan pentingnya pengelolaan data bencana, agar tidak ada lagi ego sektoral dengan hadirnya satu data bencana Indonesia.
“Diharapkan data yang akurat menjadi sebuah kebutuhan dalam hal penganggaran, evaluasi dan sebagainya. Sehingga forum ini sangat penting sekali, agar ada panduan untuk menjadi referensi dan evaluasi bersama dalam penanggulangan bencana,” kata Lalu Gita Ariadi.
Satu Data Indonesia berdasarkan Perpres No. 39 Tahun 2019 adalah kewajiban tata kelola Data pemerintah untuk menghasilkan Data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah. Hal ini selaras dan sejalan dengan peraturan Satu Data Bencana Indonesia yang juga memiliki sekretariat di daerah yakni BPBD dan OPD terkait kebencanaan sebagai produsen data bencana.
Adanya kesepakatan baik di tingkat pimpinan atau setingkat Sekda, sampai dengan tingkat jajarannya paling bawah. Segala urusan penanggulangan data bencana memerlukan data yang lebih baik lagi.
“Penanggulangan bencana dan kejadian bencananya tidak panjang tetapi yang jelas, jika tidak dipersiapkan maka akan berlarut-larut dalam penyelesaiannya,” ungkap Puji Pujiono.
Penanggulangan bencana memerlukan data yang kompleks, sistematis, dan kualitasnya meningkat berdaya guna sekaligus konsisten dan terbandingkan baik secara nasional maupun secara global. Hal ini untuk menjawab tantangan global, data memegang peranan penting untuk mengukur pencapaian target yang sudah disepakati dalam target SFDRR maupun SDGs dan memastikan dalam setiap penanganan bencana, tidak ada kelompok yg tertinggal (inklusif).
Setelah kegiatan di tiga daerah percontohan untuk forum data bencana, antara lain Sumatera Barat, Yogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Langkah selanjutnya adalah pembentukan rancangan peraturan badan Satu Data Bencana dan Portal Data Bencana Indonesia.[***]