“Amazing Madam President”,Special Moment Bersama Prof Landry Signe di Thunderbird School of Global Management USA

Hello everybody…How are you today? Welcome to Washington DC,  wellcome to Thunderbird School of Global Management power of Arizona State University. I’m very happy to meet you all…” Lelaki berkulit hitam, itu begitu sumringah menyambut kami. Senyum lebar selalu merekah diwajahnya. Dasi kupu-kupu dipadu dengan jas dan celana biru, dengan badan tegapnya. Ia begitu lincah berjalan ke setiap sisi ruangan dengan gerakan-gerakan tangan yang komunikatif.

“Great! Execellent! Amazing!.” Itu adalah kata-kata yang begitu akrab di telinga setiap kali kami memberikan jawaban atas pertanyaannya. Apapun jawaban kami, salah atau benar, responnya selalu begitu. Tentu tak lupa, senyum lebar. Ia tak ada capeknya. Dari hari pertama sampai hari terakhir bersama kami, ekspresi dan kelincahannya tak pernah berubah, padahal kami yakin ia tentu capek dengan rangkaian kegiatan padat selama dua hari ini.

 

 

Landry Signe, pria separuh baya, seorang Profesor di sebuah perguruan tinggi manajemen dengan predikat nomor satu terbaik di Amerika Serikat ini, adalah mentor utama dan sekaligus pendamping kami tim UIN Raden Fatah dalam lawatan ke Washington DC khususnya ke Thunderbird School of Global Management, 19-20 Juli 2022. Dua hari penuh kami selalu dikawal olehnya, didampingi oleh Manager Program Sylvia Amanda, dan Jennifer Betancur, mulai dari kegiatan serius di kampusnya, sampai pada kunjungan ke World Bank, Kedutaan Besar RI, hingga berlanjut site visit ke Capitol Hill.

Atas prakarsa dan kerja kerasnya juga, kami dari UIN Raden Fatah bisa berkunjung ke kantor pusat World Bank. World Bank! Ya itu adalah lembaga keuangan terbesar di dunia yang selama ini ikut menjadi penentu “nasib” negara-negara di dunia ini. Tak terbayangkan sebelumnya, sebuah lembaga pendidikan dari Palembang, bisa menginjakkan kaki ke lembaga terpenting di dunia ini. Bahkan kami berdialog langsung dengan Executive Director World Bank,  Mr. Octavio Canuto, Mr. Abdoul Salam dan Mr. Pardjiyono.

Tak hanya itu, saya selaku Rektor UIN Raden Fatah berkesempatan pula tampil bareng dengan Profesor Susan Goldberg, Editor in Chief National Geographic (Nat Geo). Siapa yang tak kenal dengan Nat Geo? Media terbesar di dunia dengan jejaring yang sudah merambah ke berbagai bidang, baik majalah dan tentu saja siaran televisinya. Susan Goldberg sendiri adalah seorang jurnalist perempuan paling berpengaruh di AS, seorang peraih Pulitzer Award, penghargaan tertinggi untuk jurnalis di AS.

“I have to stand beside Madam President!”, itu kalimat yang juga selalu muncul darinya setiap kali moment photo bersama diadakan. Yang dimaksud sebagai presiden adalah saya sendiri, Rektor UIN Raden Fatah. Ia selalu memanggil dengan sebutan Madam, sapaan tersopan di AS. Dengan cepat dan tanpa sungkan ia akan segera berlari menghampiri untuk berphoto bersama. Terkadang ia juga tanpa kaku akan mengambil kamera dan menjadi juru photo bagi kami semua. Amazing profesor.

 

 

“Madam President, I’m sure that your University will be become a world class university. You have great team!” kalimat itu begitu memotivasi dan memompa semangat saya. Dibandingkan dengan Thunderbird tentu kami tidak ada apa-apanya, tapi ia begitu yakin. “Don’t forget Agile Leadership!” tegasnya lagi. Ya, Agile Leadership sebuah konsep kepemimpinan yang selalu disampaikannya. We’ll be! Itu keyakinan yang kemudian tertanam dalam diri saya.

Langkah kakinya seolah tak ada henti. Mengiringinya menelusuri jalan menanjak menuju Capitol Hill, saya harus setengah berlari. Uh, postur tubuhnya jauh dibanding saya, dan ia sebagaimana layaknya orang AS lain, tak pernah lambat dalam berjalan dan saya harus terengah-engah mengikuti. “Oh, I’m sorry Madam President,” ujarnya tersenyum melihat saya harus kejar-kejaran.

Profesor Landry bukan sembarang orang. Hasil penelusuran saya menunjukkan bahwa ia sudah menyabet berbagai penghargaan tingkat internasional, ia juga aktif mengajar dan menjadi visiting scholar di berbagai universitas ternama lainnya, seperti Brooking, Stanford University, Georgetown University, Montreal University, Ottawa University, Oxford University dan berbagai perguruan tinggi lainnya. Dia juga peraih World Economic Forum Young Global Leader sebagai Most Creative Thinker, dan Driving The Transformation of Africa. Termasuk juga peraih the American Political Science Association Campus Teaching Award, the Chancellor’s Award for Excellence in Teaching, and the Chancellor’s Award for Excellence in Academic Research and Creative Activity. Mimpi apa saya bisa bekerja bareng dan “dilayani” oleh orang seperti ini, sungguh tak terbayangkan!

Di penghujung acara, kami mengadakan kunjungan ke Kedutaan Besar RI untuk AS. Ini sebetulnya sudah diluar agenda dengan Thunderbird School of Global Management, artinya tugasnya sudah selesai. Tetapi diluar dugaan saat kami berbasa-basi, apakah ia mau ikut ke Kedutaan? “Ok, I’m ready!” ujarnya tetap dengan senyum sumringah. Dan sang Profesor sudah hadir tepat waktu jam 10.00 pagi waktu Washington.

“Saya siap mendukung kemajuan pendidikan dan termasuk UIN Raden Fatah. Kita konkritkan acara ini, dan kami dari Thunderbird siap bekerjasama konkrit, baik itu pertukaran pelajar, riset, maupun pengabdian masyarakat. Saya sudah diskusi dengan Dr. Yenrizal, untuk riset dan publikasi ilmiah akan kami konkritkan,” janjinya saat berdialog dengan Prof Poppy, atase Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Selama ini, saya selalu yakin keramahan adalah milik orang Timur khususnya Indonesia dalam menerima tamu. Tetapi dua hari bersama Prof Landry, saya harus membalik hipotesis itu. Ilmuwan di AS, sebuah negara yang sangat liberal dan individualistis, ternyata jauh lebih welcome dan sangat antusias dalam melayani tamu. Apakah orang Indonesia dan profesor di Indonesia akan seramah dan sangat care sebagaimana Profesor Landry saat menerima tamu? Saya harus banyak belajar dari kepribadian yang ditampilkan oleh Profesor Landry.

Termasuk juga soal bahasa. Saya yakin ia harus bekerja keras juga untuk memahami apa yang kami sampaikan. Kemampuan bahasa inggris kami tentu tak lah sebanding dengan native speaker, tapi sebagaimana kata orang, tak bisa berkata-kata, bahasa isyaratpun jadilah. Yang penting, pesannya sampai. Ia pasti selalu mencerna apa yang kami maksudkan, menyusun pesan belepotan dari bahasa kami.

“Ok Madam President, ini adalah akhir pertemuan kali ini. Saya harus berikan kado khusus untuk anda. Ini adalah sebuah pin yang saya dapatkan dari Barack Obama. Pada pin ini, di bagian belakangnya tertera tandatangan langsung dari The Great President of United States. Saya berikan ini khusus kepada anda. I’m very happy,” ujarnya mengagetkan. Suprise! Saya tahu dari budaya AS tidak mudah memberikan sesuatu kepada orang lain apalagi benda yang dianggap sangat penting dan berharga. Tetapi kali ini saya menerimanya. Pin bertandatangan Barack Obama! Nikmat Tuhan mana lagikah yang akan saya dustakan, saya tak bisa berkata-kata.

Siang itu, pesawat Emirates  mulai bergerak dari John F Kennedy International Airport of New York. Dari kaca jendela saya menatap kejauhan gedung-gedung tinggi negara adidaya tersebut. Dari perguruan tinggi yang tak bisa digolongkan terbesar di Indonesia, saya sudah menjejakkan kaki ke negeri Paman Sam ini. Negeri yang selama ini menjadi acuan peradaban dunia, dianggap pengatur kehidupan di seluruh dunia, dan saya sudah menemukan sisi-sisi lain yang tak terlupakan. Good By USA, good by Profesor Landry. Kepribadian dan penerimaanmu selama dua hari ini, membalikkan semua hipotesis yang saya terima tentang AS. I’ll call you again, for my institution….

 

By : Profesor Nyayu Khodijah/Rektor UIN Raden Fatah