Pingintau.id, Jakarta- Plt. Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wihatmoko Waskitoaji, pada webinar Seri 7 tentang Diseminasi dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah, bertajuk Pemanfaatan Nano Teknologi di Bidang Perikanan, melalui kanal youtube BRIN, Selasa (06/09).
“Kami mengundang bapak ibu, apabila memiliki atau berpengalaman dengan suatu apllikasi teknologi, dan berhasil memajukan ekonomi daerah. Kami persilakan untuk bisa ikut berbagi dengan daerah lainnya, dalam memberikan testimoni,”ungkapnya.
Nurul Taufiqu Rochman periset dari Pusat Riset Material Maju BRIN, sebagai founder Nanocenter Indonesia dan Nanotech Indonesia Group, menjelaskan tentang inovasi teknologi nano berbasis sumber daya alam. Kekayaan alam Indonesia, dengan teknologi nano bisa dimanfaatkan untuk nilai tambah. Bagaimana membangun ekonomi daerah, dari sumber daya alam kita yang diberi sentuhan teknologi nano.”Ilmu teknologi nano di alam itu banyak sekali, bagaimana manusia bisa menguasai ilmu daun talas yang anti air. Dampak nano teknologi, sama dengan revolusi 4.0 di bidang industri sebelumnya, dengan waktu yang lebih cepat,” ucapnya.
Sejak tahun 2000 an, lanjutnya, penerapan teknologi nano itu cepat sekali, salah satunya di bidang industri. Pada tahun 2020 dunia sudah mulai jenuh, sementara Indonesia belum memulai, malah menjadi pasar teknologi nano dunia. “Padahal, Indonesia kaya raya dengan energi, sumber daya alam, mineral dan hayati, sebagai bahan baku industri. Indonesia juga, nomor dua keragaman flora dan fauna, negara dengan populasi terbesar ketiga di Asia, dan kelima di dunia, mencapai 250 juta jiwa. Luas area 1.919.440 km2, dengan 17.508 pulau di dunia. Sayangnya, kekayaan alam kita diekspor besar-besaran, dengan harga yang murah,” lanjutnya.
Pada tahun 2022, pasar dari produk-produk teknologi nano sangat besar, meningkat sangat drastis. Produk yang paling banyak menggunakan teknologi nano, yaitu di bidang kosmetik sebanyak 60%. “Saatnya kita ikut tampil di dunia, ikut mengejar ketertinggalan kita, dengan teknologi nano. Nano tsunami, akan melahap bangsa-bangsa yang tidak mau menyediakan teknologi nano,” ungkap Nurul.
Dia menerangkan, pemain teknologi nano bukan perusahaan raksasa yang hanya 10%, tetapi start-up atau perusahaan kecil mencapai 40%, dan riset institut atau universitas sebanyak 32%. Artinya, 70% itu adalah kita khususnya para periset, balitbangda, dengan penguasaan teknologi dan kekayaan alam yang kita miliki.
Nurul menggarisbawahi, bahwa kita sekarang, memasuki generasi milenial bahkan generasi Z, untuk menuju revolusi industri 4.0 yang luar biasa. Indonesia diprediksi akan mencapai perekonomian yang kuat di dunia, karena kita punya bonus demografi, berupa angkatan kerja yang banyak sekali. Kita juga memiliki infrastruktur yang luar biasa, dan sumber alam yang kaya.“Dengan kekuatan kita ini, seharusnya kita sudah mulai menyandingkan universitas dan balitbangda, dengan UMKM, serta adik-adik muda kita. Mari kita mulai berpikir bagaimana ikut serta, di dalam pengembangan ekonomi dengan teknologi, khususnya teknologi nano,” ucap Nurul dengan yakin.
Nurul menegaskan, bahwa kita harus membuat star-up yang bisa bekerja sama dengan balitbangda, dan universitas. Karena universitas ini tulang punggung perekonomian dunia, penggerak utama perekonomian dunia. “Di dunia ini, perusahaan raksasa di mulai dari universitas, dari teknologi. Saya berharap, Indonesia nanti memiliki perusahaan unicorn dari pengembangan teknologi daerah, hasil kerja sama dengan balitbangda. Perusahaan unicorn, yaitu perusahaan yang valuasinya mencapai Rp. 140 trilyun lebih,” harapnya.[***]
Teknologi Nano
Fauzan Ali peneliti Pusat Riset Perikanan BRIN, memiliki riwayat perjalanan pekerjaaan yang panjang dalam melakukan berbagai penelitian, sudah menghasilkan 7 paten dan paten sederhana. Fauzan juga termasuk ke dalam 100 Inovator Indonesia pada tahun 2008-2009 (Kemenristek/Business Innovation Center).
Fauzan dalam paparannya menjelaskan, saat menyelamatkan anak ikan papuyu yang berukuran mikro, menghasilkan telur untuk 1 betina yaitu 600.000 ekor. Ikan lainnya telur yang dihasilkan lebih sedikit, seperti mas menghasilkan 100.000 ekor, nila 1000 ekor, dan lele 10.000 ekor.
Adapun permasalahannya, adalah produksi yang ada hanya dari tangkapan di perairan alami. Produksi cenderung menurun, baik jumlah maupun ukurannya. Belum adanya tempat pembenihan, dan belum menguasai teknik pembenihan secara massal. Solusi yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara manipulasi lingkungan pemeliharaan, pakan yang tepat, dan hibridisasi untuk keseragaman ukuran populasi.
Lebih jauh Fauzan menuturkan, penelitian lainnya yang dilakukan yaitu lahirnya teknologi apartemen udang galah. Hal ini muncul karena beberapa hal, yaitu produksi udang galah dibatasi oleh luas kolam dengan padat tebar optimal 10 ekor/M2.. “Udang galah, makhluk dasar yang berganti kulit, dan kanibal. Kebiasaan petani, memberikan pelindung udang galah yang baru ditebar,” ulasnya.
Tahun 2003, muncul pemberian nama apartemen udang galah, berupa bangunan dari bambu yang dibelah. Kemudian, dianyam menyerupai kerangka bilik, seperti sebuah apartemen yang tidak memiliki lantai, dinding maupun langit-langit. “Beberapa manfaat dari teknik apartemen udang galah, yakni meningkatkan kepadatan tebar udang. Meminimalisir kanibalisme, aman sebagai tempat udang, mudah mengetahui ukuran udang, tidak menganggu arus air dalam kolam. Mencegah pencurian udang dengan jala serta meningkatkan produksi/hasil panen. Hasil dari teknik apartemen ini dapat meningkatkan produksi dari 2,5 ton hingga 7 ton/Ha,” terang Fauzan.
Dia menambahkan, prinsip kerja pada sistem apartemen ini, di antaranya menjaga suhu air rendah dan konstan. Air tersirkulasi selama pengangkutan, udang tertata di dalam kotak-kotak, dan sistem dapat dibongkar pasang. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, perlu pemahaman prinsip kerja, dan pengoperasian sistem sebelum digunakan.
Penelitian budi daya ikan, juga ia lakukan di Taman Kiyai Langgeng, Magelang, Jawa Tengah. Tantangannya yaitu sumber air dari sungai tercemar limbah penduduk. “Teknik perkolaman tidak standar, dan komoditas yang dipelihara yaitu ikan arwana, mas dan nila.Tiga bulan kita mengerjakan, bisa menghasilkan air yang bagus, ikan beranak pinak. Testimoninya, akan disampaikan oleh Bapak Walikota Magelang,” ucapnya.
Pada sesi testimoni, menampilkan Walikota Magelang Jawa Tengah, yaitu M. Nur Aziz, dan berprofesi sebagai dokter ahli penyakit dalam, menyampaikan pengalaman keberhasilannya dengan teknologi nano, selama menjabat sebagai Walikota. Pada Desember tahun 2021 itu perkenalan awal dengan BRIN, dan awal tahun 2022, BRIN melakukan MoU antara Pemkot Magelang tentang teknologi nano. “Maret 2022, kami berupaya untuk membudayakan ikan pada salah satu Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) di Magelang. Saat pembudidayaan, ternyata sumber airnya sudah tercemar, dan konstruksi kolamnya juga jelek. Solusinya dibuatkan penyaringan, dan dipasang teknologi nano, melalui teknologi pengolahan air dan budidayanya,” jelasnya.
Dalam waktu 3 bulan, dalam perkembangannya ada beberapa hal yang hebat, yaitu benih ikan itu luar biasa, ada sekitar 16 ribu benih muncul. “Saya bisa melihat bagaimana prosesnya, dan bagaimana perkembangannya, itulah yang saya yakini dengan teknologi nano ini. Mudah-mudahan bisa membantu bagaimana membuat peternakan ikan di kota Magelang bisa lebih maju lagi,” harapnya.[***]