Pingintau.id, New York- Senjata nuklir menjadi ancaman serius bagi perdamaian dunia dan keselamatan umat manusia.
Karenanya, Indonesia mendesak agar senjata nuklir dimusnahkan secepatnya. Sementara itu, pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai perlu didorong.
Seruan itu disampaikan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Duta Besar Tri Tharyat dalam pertemuan ke-10 Review Conference of the Parties to the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT RevCon) di Markas PBB, New York, 1-26 Agustus 2022.
“Selama 52 tahun, NPT telah menjadi jangkar dalam upaya perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi. Dunia menanti negara-negara pemilik senjata nuklir untuk menjalankan langkah-langkah efektif guna mencapai perlucutan senjata,” kata Tri Tharyat.
Namun sayangnya, upaya menuju ke sana belum terlihat. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, yaitu status siaga nuklir dinaikkan dan transparansi oleh negara-negara pemilik senjata nuklir berkurang.
Terkait hal ini, Indonesia mendorong tiga hal pokok.
Pertama, kewajiban yang ada di NPT harus segera diimplementasikan dengan tindakan nyata.
“Penghapusan doktrin senjata nuklir dan pemusnahan hulu ledak nuklir harus dilakukan secepatnya. Kita harus memperkuat komitmen terhadap NPT dan mencapai kemajuan dalam tiga pilarnya,” kata Tri Tharyat.
Tiga pilar NPT adalah non-proliferasi, perlucutan senjata, dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai.
Kedua, arsitektur perlucutan senjata harus diperkuat.
Implementasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir (TPNW), percepatan pemberlakuan Traktat Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT), dan penguatan Kawasan Bebas Senjata Nuklir perlu menjadi prioritas.
Ketiga, penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai perlu terus didorong.
Dukungan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) perlu ditingkatkan melalui bantuan teknis kepada negara anggota.
Terakhir, Indonesia menyinggung risiko dan konsekuensi program pengembangan kapal selam bertenaga nuklir yang menimbulkan pro dan kontra. Untuk itu, Indonesia mengusulkan “Indonesian Paper” berjudul Nuclear Naval Propulsion sebagai jalan tengah di antara kedua pandangan tersebut.
Paper tersebut juga dimaksudkan untuk membangun kesadaran tentang potensi risiko program tersebut serta perlunya pengaturan mekanisme pelaporan dan pengawasannya.
NPT RevCon adalah pertemuan tingkat tinggi untuk mengkaji ulang pelaksanakan NPT yang dilakukan secara berkala setiap 5 tahun sekali sejak 1975.[***]
Sumber; PTRI New York/ Kemlu RI