Pingintau.id, Samsung – Suara memiliki kekuatan untuk mengubah cara kita menikmati media visual, mulai dari film hingga acara TV. Audio premium menghidupkan konten dengan membangkitkan emosi – melengkapi gambar yang ada di layar dan terkadang bahkan memberi petunjuk apa yang akan terjadi selanjutnya. Suara menambah kedalaman dan tekstur pada narasi, meningkatkan hubungan pemirsa dengan cerita yang sedang berlangsung.
Samsung Newsroom duduk bersama Sunmin Kim dan Seongsu Park dari Sound Device Lab dalam Visual Display Business di Samsung Electronics untuk mendiskusikan pentingnya audio dalam memberikan pengalaman menonton yang superior serta inovasi terbaru Samsung dalam kualitas suara dan gambar.
Membuat Konten Menjadi Nyata Melalui Suara
“Suara memainkan peran yang sangat penting dalam membuat konten yang kita nikmati menjadi lebih hidup,” ujar Sunmin Kim, Head of Sound Device Lab, Visual Display Business at Samsung Electronics. Baik itu film romantis, acara TV yang lucu, atau bahkan siaran langsung olahraga, Kim percaya bahwa sebagian besar dampak emosional dari konten visual disampaikan melalui suara. “Sebagai contoh, sering kali musik latar dan efek suara membuat film horor menjadi lebih menakutkan. Jika Anda mematikan suaranya, banyak adegan yang jadi tidak menakutkan. Bahkan, Anda mungkin akan menemukan beberapa adegan menjadi lucu.”
“Sutradara film, TV dan musik semuanya adalah seniman. Dan yang penting bagi saya adalah bahwa mereka bekerja untuk memperkuat cerita melalui efek suara dan musik,” kata Kim. “Tujuan kami di Sound Device Lab adalah untuk menyampaikan konten kepada penonton seperti yang diinginkan oleh para seniman.”
Ini bisa menjadi tugas yang berat karena lingkungan produksi dan penayangan cenderung sangat bervariasi. Seongsu Park, yang mengawasi pengembangan speaker dan evaluasi audio di Sound Device Lab, berbagi beberapa tantangan yang dihadapi timnya.
“Audio untuk film dan acara TV, pada umumnya, digabungkan ke tingkat referensi sekitar 85 desibel (dB), setara dengan tingkat volume yang ditemukan di bioskop. Namun, di rumah, banyak penonton yang menonton konten pada volume yang lebih rendah. Menurut penelitian kami, banyak penonton TV yang mengurangi volume hingga sekitar 60dB, bahkan ada yang sampai 20dB, agar tidak mengganggu tetangga,” jelas Park. Ini berarti bahwa dialog yang seharusnya terdengar jelas di studio mixing, mungkin tidak terdengar jelas di ruang keluarga. Sound Engineers harus mempertimbangkan perbedaan tambahan dalam lingkungan menonton seperti tirai, furnitur dan elemen lain yang mungkin menyerap atau membelokkan gelombang suara.
Sound Device Lab menemukan solusi dalam bentuk inovasi hardware dan software. Dari sisi hardware, beberapa speaker yang lebih kecil dan khusus diperkenalkan untuk memberikan suara surround. Sisi software menyetel speaker untuk membentuk pengalaman audio yang seimbang dan mencampur ulang sinyal suara untuk memastikan faktor suara utama disampaikan kepada penonton.
Speaker Segala Arah
TV biasanya terbatas pada faktor bentuk yang ditetapkan ketika memproduksi suara. Baru-baru ini, pembatasan ini menjadi semakin ketat bagi para teknisi suara, karena TV telah menjadi lebih ramping baik dari depan maupun samping. “Dulu, speaker stereo besar yang menghadap ke depan berada di setiap sisi layar TV. Desain TV saat ini tidak memungkinkan penempatan seperti itu,” kata Park. “Kami harus menggali lebih dalam.”
Sound Device Lab menjawab tantangan ini dengan mengembangkan beberapa unit speaker yang lebih kecil untuk TV-nya dan menempatkannya jauh dari pandangan mata. Dengan mengatur unit-unit ini pada arah yang berbeda dan mengkoordinasikan output audio, tim ini mampu mensimulasikan suara surround.
Teknologi ini lebih jauh didorong pada model yang memiliki fitur Neural Processing Unit (NPU), seperti Neural Quantum Processor yang terdapat pada model TV Neo QLED tertentu, dengan membuka fitur seperti Object Tracking Sound (OTS). OTS mengidentifikasi objek gambar dan audio di layar secara real time sebelum mencocokkan, melacak, dan mengkoordinasikan beberapa speaker untuk menciptakan lanskap suara tiga dimensi yang dinamis.
Untuk mendukung bezel yang lebih ramping dan desain TV yang rata dengan dinding, teknisi suara juga harus mengurangi ukuran fisik speaker. Speaker beroperasi dengan mendorong udara keluar secara fisik, sehingga dalam banyak kasus, performa speaker secara langsung dipengaruhi oleh ukuran. Karena Sound Device Lab tidak dapat memperbesar speaker secara fisik, maka ia berfokus pada rentang pergerakan.
“Misalnya, rentang gerak driver speaker adalah 100. Menggunakan 50-70% dari kisaran itu dianggap sudah cukup. Namun, untuk merespons desain TV yang lebih ramping, kami meningkatkan rentang tersebut menjadi 80-85%,” jelas Park. “Karena kami memasang speaker yang lebih kecil namun lebih efisien di TV kami, kami tidak hanya dapat mengakomodasi desain yang lebih ramping, tetapi kami juga akhirnya meningkatkan performa suara kolektif.”
Menciptakan Keseimbangan Sempurna dari Setiap Sudut
Meskipun penambahan speaker menghasilkan pengalaman audio yang lebih imersif dan dinamis, namun hal ini juga menimbulkan tantangan lain. Teknisi suara harus menyempurnakan dan menyeimbangkan beberapa speaker untuk mencapai perpaduan suara yang sempurna. Dengan banyak speaker yang beroperasi pada rentang frekuensi yang berbeda dan semuanya menghadap ke arah yang berbeda, menyetelnya agar bekerja serempak sebagai satu unit yang seimbang, menjadi sangat sulit – tetapi harus dilakukan.
Upaya ini dimulai dengan mengumpulkan data yang akurat. Di ruang anechoic dan semi-anechoic, para anggota Sound Device Lab mengukur suara TV dari 323 titik yang berbeda, yang mencakup seluruh rentang penayangan TV, untuk masing-masing pengaturan sampai keseimbangan frekuensi dan volume optimal. Setelah itu, mereka membawa masing-masing model ke ruang dengar dan mensimulasikan berbagai pengaturan ruang keluarga yang sesungguhnya untuk memastikan speaker disetel dengan sempurna.
Suara yang Future-Proof
Sebagai pemimpin pasar TV global selama 17 tahun berturut-turut, Samsung tetap berkomitmen untuk berinovasi dalam pengalaman menonton TV. Jadi, apa yang selanjutnya?
“Saya terkejut ketika seorang rekan memberi tahu saya bahwa tombol volume adalah tombol yang paling sering ditekan pada remote TV. Hal ini menandakan ketidaknyamanan yang jelas. Jadi, sudah menjadi visi saya untuk menghilangkan tombol volume sepenuhnya dari remote control,” ujar Park, mengungkapkan keinginannya untuk memungkinkan TV Samsung secara otomatis menyesuaikan volume berdasarkan kebisingan di sekitarnya.
“Teknologi yang hebat menghasilkan dan memberikan suara yang akurat,” kata Kim. “Kami akan terus menggabungkan keahlian kami yang telah lama berjalan dengan teknologi yang lebih baru seperti AI untuk menciptakan suara yang sedekat mungkin dengan suara referensi.”[***]