Pingintau.id, Tik..tik hujannya turun lagi, meski gak deras, tapi bisa bikin basah pakaian. “Bubar..bubar, tuh suara petir [gledek].!!” teriak salah satu ibu balita yang tinggal di Blok C Perum Pesona Harapan Jaya Tahap I, RT 50 Kel. Kalidoni Jalan KH. Azhari Palembang saat memanggil anaknya yang masih berumur 5 tahun ini..
Hampir sebulan lebih cuaca mendung disertai petir dan hujan melanda Palembang, tak kecuali di Kampungku curah hujannya sangat tinggi, sehingga membuat cuaca panas matahari yang menyengat ke kulit tubuh tak terasa, bahkan tubuh tak begitu keluar keringat.
Inilah anugerah dari Allah SWT, maklum –lah, kampungku meski tercatat dalam Kartu Tanda Penduduk [KTP] berada dalam Wilayah Kota Palembang yang katanya Metropilis, namun keberadaannya masih marjinal, he..he..he.
Saking marjinalnya, sampai-sampai belum dilalui pipa induk air bersih [PAM], sejak warga menempati rumah yang bersubsidi pada tahun 2013-2014 lalu. Bahkan hingga sekarang ini tak kunjung menikmati air olahan dari perusahaan daerah yang dimiliki Pamerintah Kota Palembang.Warga hanya menikmati segarnya air sumur yang kondisinya berkarat, bau, dan berwarna kuning.
Abis gimana lagi ? yang penting masih bisa diolah menjadi air bersih dengan cara disaring ala tradisional, dengan media drum yang diisi batu koral, pasir dan ijuk..Alhamdulillah, hasilnya cukup lumayan untuk mandi dan mencuci. Hanya saja untuk urusan perut alias diminum belum berani, karena sifatnya air masih berubah-rubah keasamannnya. Jadi mau gak mau, terpaksa warga harus rela mengeluarkan kocek lagi untuk membeli air galon.
Ya, yang penting bisa bertahan hidup, yang penting semua sehat, termasuk bocah dan belitanya. Soal air bersih itu warga serahkan Pemerintah daerah dech. Kita rakyat hanya bisa berharap..amin. [Maaf] ceritanya jadi gak fokus, sampai-sampai nyerempet urusan air bersih, padahal ceritanya harusnya soal musim hujan dan bocah..he..he. [biar dech yang penting lega, uneg-unegnya bisa keluar, kalau dipendem dalam hati takutnya jadi penyakit, apalagi masalah air, kan sumber kehidupan.].
Meski demikian, soal air bersih itu sebenarnya urusan orang tua-tua saja yang mikir, yang bocah bebas merdeka bermain. Pantauan ku pada kamis ini, tepatnya pukul setengah dua, ada enam bocah yang masih duduk dibangku Taman Kanak-kanak [TK] tengah duduk dibangku permanen beton berukuran 5 meter. Daun pohon karet, sawit, dan semak belukar bergoyang ditiup angin menemani mereka bermain.
Dua orang bocah pun terlihat berlari-lari. “Diva, Inara, jangan lari-lari nanti jatuh !!,” Vivi seorang bocah yang lebih tua umurnya mengingatkan mereka berdua.Tiga bocah yang lainnya duduk bersama Vivi sembari bercerita “ngalor ngidul” terkesan seru suara tawanya terbahak-bahak, yang keluar dari mulutnya menambah suasana jadi ramai disiang itu. Aktifitas itu dapat dijumpati setiap hari.
Blok C-1 Tahap I memang menjadi favorit bagi mereka. Itulah mungkin kelebihannya, tinggal di Perum ini khusus tahap satu lho….
Perumahan ini suasananya semakin asri, karena adanya pohon karet, sawit, akasia tersusun rapi dipinggiran parit sebagai pembatas tanah kosong dengan Perumahan Pesona Harapan tahap I. Dedaunan yang hijau mewarnai Perumahan, warga setempat menganggapnya desa, karena masih memiliki hutan belantara di disebelah kiri dan kanan jalan. Banyak penghuninya mengaku sangat senang menetap disitu meskipun masih banyak ditemukan beragam ular, biawak, burung dan binatang lainnya.
“Kami senang tinggal disini cukup nyaman, gak ada bising kendaraan, bisa tidur siang dengan nyenyak, meskipun belum ada air bersih,”kata 4 orang ibu rumah tangga yang biasa ngerumpin dibawah pohon pinggir jalan blok A-B dengan kompaknya kepada pingintau.id.
Linda Warga Blok A yang telah menetap hampir delapan tahun itu mengatakan selain suasananya kayak di desa, warga sangat kompak, solidaritasnya tinggi. Misalnya jika gotong- royong membersihkan rumput liar semuanya hadir, jika warganya ada yang terkena musibah dan lainnya, mereka dengan sadar diri berbondong-bondong datang ke rumah yang kena musibah dengan membawa sedikit oleh-oleh dan sebagainya.
Keharmonisan dan saling nilai-nilai saling menghargai masih sangat tinggi. Meski ungkapnya ada satu, dua orang yang sedikit nyeleneh..he..he. “Itu biasa, watak manusia, gak semua sama, tapi tinggal kita saja bisa gak mengimbanginya,”akunya.
Sekarang lebih enak menurut dia, rumah -rumah kosong disetiap blok sudah diisi penghuninya. “Berbeda tujuh tahun lalu, jalannya masih bonyok dan berlumpur apalagi jika turun hujan deras, wah, licin dech, babi hutan pun kadang terlihat numpang lewat di jalan perumahan, kayak kebun binatang, he..he, tapi itulah uniknya,”akunya.
Novi ibu beranak dua, asal Kabupaten Muaraenim ikut-ikutan ngerumpi, mengaku mereka itu baru tinggal di Perumahan Pesona bersubsidi ini.
Dia mengaku lagi sebagai pemecah rekor, karena orang pertama yang menempati rumah subsidi yang terbuat dari batako kelas tiga.”Dulu masih sepi, seluruh blok-sangat serem kalau malam karena belum ada lampu, jalannya bonyok dan berlumpur, kalau keluar selalu menggunakan sepatu bot takut karena untuk mengantisipasi dari gigitan/patokan ular yang beracun, saah satu nya Kobra.
“Tapi asyiik gak asyik harus dijalani, jelek-jelek yang penting gak ngontrak, rumah sendiri, itu lah suka dukanya,”akunya lagi.
Yang penting, jelas dia kalau mudik lebaran ke kampung halaman masih disambut keluarga, karena mereka bangga karena anggota keluarganya sudah punya rumah sendiri di Ibukota Provinsi Sumsel, meskipun hanya rumah bersubsidi yang marjinal dan belum terpenuhi air bersih.
Semoga air hujannya tetap membasahi Perum Pesona Harapan, semoga air bersihnya dari Tirta Musi cepat mengalir di Perumahan kami. Semoga suasana kompak warganya di Perum tahap I ini tetap terjaga, semoga bocahnya tetap sehat dan selalu bercanda ceria, amin… [***]