Ragam  

Wow, Ada Teknik untuk Mandulkan Serangga, Ini Manfaatnya Ungkap BRIN

Pingintauid, Bandung- Gang sempit identik dengan padatnya pemukiman penduduk. Jarak antara rumah tidak lebih dari tiga meter. Kondisi drainase di lingkungan tidak mampu mengalirkan limpahan air hujan ataupun air limbah domestik, sehingga menghasilkan genangan. Begitulah gambaran kondisi RW 04 di Kelurahan Sekejati, Kota Bandung.

Kondisi seperti ini dapat menimbulkan berbagai bibit penyakit seperti munculnya bibit nyamuk Aedes aegypti sebagai penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).

Menurut data Kementerian Kesehatan melalui Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik menyebutkan bahwa sampai dengan Juli 2021, Kota Bandung masuk sebagai satu dari tiga kota di Indonesia dengan kasus DBD tertinggi, yaitu sebanyak 1.191 kasus. Salah satu kasus tertinggi adalah di Kelurahan Sekejati.

Rombongan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beserta para delegasi yang tergabung dalam acara TC Project Coordination Meeting RAS5095: “Enhancing The Capacity and The Utilization of The Sterile Insect Technique for Aedes Mosquito Control,” bersama-sama berjalan menyusuri gang-gang sempit di pemukiman RW 04 Kelurahan Sekejati Kota Bandung. Ini dilakukan guna meninjau Studi Percontohan Pelepasan Nyamuk Jantan Mandul Berbasis Radiasi di Indonesia, Rabu (10/11).

Studi percontohan pelepasan nyamuk jantan mandul berbasis radiasi di Indonesia ini merupakan implementasi dari hasil penelitian Teknik Serangga Mandul (TSM) yang merupakan hasil penelitian dari Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi (PRTPR) BRIN. Teknik Serangga Mandul adalah teknik yang digunakan untuk memandulkan nyamuk jantan dengan menggunakan radiasi sinar gamma.

Tujuan dari Teknik Serangga Mandul untuk menurunkan jumlah populasi nyamuk dengan cara menyebarkan nyamuk jantan pada habitatnya. Meskipun terjadi perkawinan antara nyamuk jantan dengan nyamuk betina, namun dari perkawinan tersebut tidak akan terjadi pembuahan. Dengan demikian, jumlah populasi nyamuk semakin lama akan semakin menurun.

Hadian Iman Sasmita, salah satu peneliti dari PRTPR BRIN yang menjadi leader dalam kegiatan lapangan untuk para delegasi ini menyampaikan bahwa sistem pengendalian nyamuk Aedes yang digunakan dalam projek ini adalah hasil kolaborasi antara BRIN, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB dan juga National Chung Hsing University (NCHU) Taiwan, dan juga masyarakat setempat di Kelurahan Sekejati Kota Bandung.

Sistem pengendalian nyamuk Aedes ini adalah dengan melakukan 3 pendekatan yang melingkupi ovitrap surveillance, socio-economic survey dan serological study. Sejak September 2018, pemasangan perangkap telur nyamuk (ovitrap) telah dilakukan di beberapa rumah penduduk dan juga area publik yang melingkupi kelurahan Sekejati, kota Bandung, yang ditujukan untuk mengetahui distribusi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor dari penyakit DBD, melalui pengecekan keberadaan telur nyamuk dalam ovitrap tersebut. Data ini juga akan berguna sebagai acuan dalam menentukan tingkat serangan penyakit DBD.

Aedes adalah Nyamuk Paling Mematikan

Profesor Intan Ahmad Musmeinan, Guru Besar Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, merupakan salah satu leader dari kegiatan pengendalian nyamuk Aedes ini. Ia menyampaikan bahwa DBD merupakan salah satu masalah kesehatan yang signifikan di dunia, terutama di negara tropis. “Nyamuk adalah hewan paling mematikan di dunia,” kata Intan mengawali pemaparannya di depan para delegasi.

Intan menyampaikan kasus DBD pertama kali ditemukan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Kasus DBD semakin meningkat dari waktu ke waktu. “Angka kematian akibat DBD tidak berada pada tingkat yang sangat tinggi tetapi tetap dapat membahayakan,” terang Intan.

Sampai saat ini, pemerintah telah menerapkan sejumlah tindakan pencegahan dan pengendalian demam berdarah. Misalnya dengan penggunaan bahan kimia yaitu fogging dengan insektisida, edukasi kepada masyarakat dan pengurangan tempat perkembangbiakan nyamuk. Tetapi hal itu tidak dapat mencegah bertambahnya populasi nyamuk. “Kita perlu pendekatan baru,” ujar Intan.

Walaupun telah dilakukan berbagai cara pencegahan dan pengendalian DBD, DBD masih merupakan problematika yang serius yang terjadi di dunia bahkan Indonesia dengan terus meningkat secara signifikan. Menurut Intan, perlu ditentukan arah riset dengan mengubah filosofi dan tujuan akan pengendalian DBD. “Mengurangi ketergantungan pada insektisida, tetapi lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satunya dengan Teknik Serangga Mandul sehingga menekan jumlah populasi nyamuk,” jelas Intan.[***]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *