Ragam  

Perkuat Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia, BMKG Sambut Positif InaCBT, Simak Uraianya

Pingintau.id – Badan Metorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyambut positif kehadiran InaCBT (Cable Based Tsunameter) yang diinisiasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang saat ini berada dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kehadiran teknologi tersebut akan memperkuat sistem peringatan dini tsunami Indonesia atau InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).

“Tantangan Indonesia tidak hanya tsunami yang diakibatkan fenomena tektonik atau kegempaan, namun juga tsunami non tektonik yang dipicu longsoran lereng gunung ke laut atau longsor lereng pantai,” ungkap Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dwikorita Karnawati dalam Webinar Indonesian Cable Based Tsunameter 2021, belum lama ini.

Dwikorita menyebut, InaTEWS harus diperkuat karena sejak tahun 2013 terjadi tren peningkatan aktivitas gempabumi di Indonesia baik dalam jumlah maupun kekuatan. Berdasarkan catatan BMKG, Tahun 2013 setidaknya terjadi gempabumi 4234 kali, dan kejadian gempa secara berturut-turut meningkat menjadi 4434 kali pada Tahun 2014, 5299 kali pada Tahun 2015, 5464 kali pada Tahun 2016, dan 7169 kali pada Tahun 2017.

Akan tetapi aktivitas gempabumi melompat menjadi 11.920 kali pada tahun 2018, dan pada Tahun 2019 kejadian gempabumi masih diatas 11.000 yaitu 11.588 kali. Meski di tahun 2020 kejadian gempabumi menurun menjadi 8258 kali, namun jumlah tersebut masih diatas rata-rata kejadian gempabumi tahunan di Indonesia.

“BMKG sendiri terus berupaya melakukan penyempurnaan sistem peringatan dini tsunami dengan melibatkan pakar, akademisi, perguruan tinggi, dan asosiasi keilmuan guna mewujudkan zero victim. Baru-baru ini, BMKG juga meluncurkan EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA (Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert),” imbuhnya.

Dwikorita mengatakan kehadiran InaCBT akan semakin memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang sudah ada, karena berperan sebagai perangkat deteksi percepatan gempabumi dan anomali tekanan air laut yang mengindikasikan terjadinya tsunami di lokasi-lokasi potensial sumber-sumber tsunami. Sistem dan sensor-sensor pendeteksi tersebut tepasang dan ditempatkan pada jaringan kabel bawah laut.

Menurut Dwikorita, InaCBT idealnya terintegrasi dalam jaringan observasi pendeteksian tsunami dalam system InaTEWS yang beroperasi saat ini, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untuk deteksi tsunami non-tektonik.

Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menegaskan bahwa kehadiran InaCBT untuk memperkuat sistem peringatan dini Indonesia atau InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). Dengan begitu, risiko jatuhnya korban bisa diminimalisasi jika sewaktu-waktu Indonesia dihantam gempa bumi yang diikuti oleh gelombang tsunami. [***]