Mari menutup bulan Juli ini dengan merekap bagaimana kondisi polusi plastik di sekitar kita dan apa tuntutan kita terhadap kondisi tersebut. Karena sejatinya obrolan tentang plastik tidak hanya kita ramaikan di Plastic Free July saja, tapi setiap saat hingga perubahan dibuat.
Apalagi jika mengingat Indonesia mempunyai target pengurangan sampah plastik di laut yang cukup ambisius: 70% hingga tahun 2025.
Bagaimana kondisi polusi plastik di sekitar kita sekarang?
- Hasil riset terbaru dari Waste4Change yang dirilis bulan ini menunjukan kalau 87,5% atau lebih dari 240 ton per hari sampah plastik fleksibel di DKI Jakarta tidak didaur ulang, berdasarkan data tahun 2021. Mengutip riset tersebut via Databoks, yang termasuk sampah plastik fleksibel adalah berbagai bentuk sampah yang lapisannya terdiri dari dari aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis aluminium, dan lain-lain.
- Menurut World Economic Forum (2021), Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya dan sebagian besar tidak dibuang dengan cara yang benar. Pembakaran sampah secara terbuka adalah praktek yang justru terus dilakukan oleh masyarakat, dan menjadi sumber polusi udara selain dari PLTU Batubara serta kendaraan bermotor. Laporan National Plastic Action Partnership (2020) menyebutkan kalau hanya 10% sampah plastik di Indonesia yang terdaur ulang, sedangkan persentase yang besar yaitu 61%-nya justru tidak terkelola.
- Proyek The Guardian, Seascape, merilis berbagai jenis plastik dan tempat ditemukannya di berbagai penjuru lautan. Kantong plastik, botol plastik, dan kemasan plastik pembungkus ditemukan di hampir seluruh bagian lautan; di tepi pantai, perairan sekitar pantai, dasar laut dekat pantai, hingga dasar laut yang dalam.
Apa yang bisa kita lihat dari berbagai fakta di atas?
Polusi plastik sudah mencapai titik yang kritis. Kita dapat memilih untuk hidup secara berbeda dan membangun cara yang lebih bijaksana serta lebih adil dalam memproduksi dan mengkonsumsi, dan ini tidak bisa hanya bergantung pada aksi-aksi individual.
Apa tuntutan terhadap kondisi tersebut?
Lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan (LHK) P.75/2019, pemerintah sudah mewajibkan para produsen menyusun dan melaporkan rencana untuk mengurangi timbulan sampah berbentuk peta jalan selama 10 tahun ke depan.
Sayangnya, baru sekitar 30 produsen yang menyerahkan rencana peta jalan pengurangan sampahnya ke Kementerian LHK. Maka, kami masih menanti aksi nyata dari para produsen untuk menyetorkan dan membuka peta jalan pengurangan sampahnya ke publik.
Karena itulah, Greenpeace Indonesia bersama Koalisi Pawai Bebas Plastik kembali turun ke jalan pada 24 Juli lalu dalam Pawai Bebas Plastik 2022. Dalam pawai ini dihadirkan Monster Ular Plastik yang dibuat dari ribuan sampah plastik berbagai merk yang dikumpulkan selama brand audit di 11 pantai di Indonesia pada tahun 2022.
Lewat pawai ini, kami juga menuntut para produsen untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai seperti sachet untuk kemasannya, serta beralih ke program guna ulang dan isi ulang (reuse & refill). Karena kemasan sachet sulit didaur ulang, mencemari lingkungan, dan akan semakin memperparah polusi plastik di sekitar kita.
Kalau kamu tertarik dengan isu plastik ini, kamu bisa mendukung kami untuk bisa terus berkampanye dengan independen dan menuntutperubahan melalui donasi di sini. Karena plastic free future menjadi mungkin dengan dukungan individu yang peduli seperti kamu.[***]
Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia