Pingintau.id, Tiga belas tahun lalu, negara-negara maju membuat komitmen dalam Pertemuan Iklim PBB untuk mengumpulkan 100 miliar dolar Amerika setiap tahun pada 2020-2025, sebagai upaya membantu negara-negara berkembang dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Tapi seperti komitmen politik lainnya, kenyataan di lapangan tidak semulus itu. Jelang pelaksanaan COP26 di Glasgow pada 2021 lalu saja, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan target itu belum tercapai.Sayangnya, kenyataan ini berbanding terbalik dengan biaya yang dibutuhkan untuk melawan krisis iklim dari tahun ke tahun.
Laporan terbaru dari Oxfam menyebutkan, jumlah uang yang dibutuhkan dalam menghadapi keadaan darurat cuaca ekstrem telah meningkat lebih dari 800% dalam dua dekade terakhir. Hal ini berkaitan dengan krisis iklim yang terjadi dengan cepat.
Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan bahwa untuk setiap 2 dolar Amerika yang dibutuhkan untuk mengatasi bencana yang dipicu oleh perubahan iklim, negara-negara maju hanya menyediakan setengahnya.
Hal ini kembali menegaskan bahwa dampak krisis iklim akan memperparah ketidaksetaraan dan paling dirasakan oleh negara-negara miskin dunia – dengan krisis pangan, udara, dan tempat tinggal yang akan terjadi jika bencana lebih sering terjadi.
Laporan terbaru lainnya melalui jurnal Nature Climate Change. Inti laporan tersebut menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi di masa mendatang ditentukan dari emisi gas rumah kaca yang kita hasilkan hari ini dan seterusnya. Meskipun sejarah telah membuat kita berada dalam krisis iklim, apa yang kita lakukan selanjutnya mempengaruhi kesempatan kita untuk terhindar dari bencana perubahan iklim atau tidak.
Mengutip CNN, studi ini juga menunjukkan bahwa jika dunia tidak menghasilkan emisi apa pun hari ini, hanya ada 2% kemungkinan untuk menembus ambang batas pemanasan 2 derajat Celcius – ambang batas atas dengan risiko bencana yang lebih tinggi dan lebih parah.
Hal ini seharusnya menjadi peringatan keras negara-negara dan perusahaan penghasil emisi besar di dunia: Kita hanya memiliki sedikit waktu untuk mengurangi emisi sebesar-besarnya.
Sebagai individu, kamu mungkin merasa putus asa dengan masalah-masalah Krisis Iklim. Tapi, masih ada harapan dan kamu bisa melakukan sesuatu yang juga berarti untuk bumi. Vox News setidaknya ada tiga poin yang bisa kamu lakukan sebagai perjuangan melawan krisis iklim:
- Pikirkan bagaimana kemampuanmu dan minatmu bisa berkontribusi dalam aksi iklim
Menjadi “aktivis” bisa dimaknai dari berbagai hal, karena aksi sekecil apapun sangat berarti. Kami di Greenpeace berkampanye untuk menciptakan perubahan perilaku melalui aksi-aksi kreatif tanpa kekerasan. Kamu mungkin memiliki minat untuk menjadi sukarelawan di organisasi non-profit? Atau kamu memiliki kemampuan finansial untuk berdonasi? Atau kamu aktif dan memiliki komunitas digital yang bisa diajak membuat konten bersama soal krisis iklim?
- Identifikasi targetmu
Perjuangan melawan krisis iklim bisa masuk dari berbagai isu dan inilah yang membuat target setiap orang akan berbeda-beda. Kamu mungkin lebih tertarik untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah terhadap undang-undang yang meningkatkan merusak hutan Indonesia, sebagian orang lainnya ingin menuntut transisi energi yang lebih cepat dan adil. Pilih pertempuran Anda dengan bijak!
- Membawa percakapan tentang iklim secara offline
Yang juga menjadi penting adalah membawa percakapan tentang iklim dalam keseharian kita. Bukan hanya ketika kita melakukan aksi kreatif di jalan, tapi juga bagaimana turut serta membuat keluarga, rekan-rekan kerja atau teman-teman kampus kita memahami bahwa krisis iklim adalah masalah bersama.
Kami akan memberikan informasi terbaru terkait Krisis Iklim agar kita bisa bergerak bersama dan terhindar dari bencana iklim yang semakin parah.[***]
Salam hijau damai,
Greenpeace Indonesia