Pingintau.id – Kemunculan hiu paus seringkali terjadi di wilayah perairan Indonesia. Seperti yang terjadi selama bulan September ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) menjumpai munculnya hiu paus di perairan Kawasan Konservasi Daerah (KKD) Kaimana.
Berkenaan munculnya hiu paus tersebut, Kepala LPSPL Sorong Santoso Budi Widiarto menerangkan bahwa munculnya hiu paus terpantau dari bagan di perairan Kampung Maimai, Kaimana sebanyak 7 kali selama 4 hari dengan 4 individu yang berbeda.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan LPSPL Sorong bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, sejak tahun 2013 hingga saat ini telah teridentifikasi sebanyak 28 individu hiu paus di Kaimana, 22 ekor di antaranya jantan (78%), 1 ekor betina (4%), sedangkan 5 ekor lainnya (18%) belum teridentifikasi jenis kelaminnya melalui metode photo ID dan 8 di antaranya telah dipasangi finmount satellite tagging.
“Sebelumnya, kami telah berikan bantuan Pemerintah kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pengelola kawasan konservasi Kaimana berupa 1 paket peralatan akustik tag dengan tujuan untuk mengetahui pola kedatangan hiu paus di kawasan konservasi Kaimana,” ujar Santoso.
Hiu paus merupakan jenis ikan yang eksotik dan jinak. Apabila dikelola dengan baik, objek ini dapat memberikan manfaat yang lebih bagi masyarakat di sekitar perairan kawasan konservasi. Terlebih kemunculan hiu paus ini berkaitan erat dengan keberadaan bagan sebagai kegiatan perikanan tangkap sehingga untuk mendapatkan moment bertemu hiu paus sangat mudah. Tak hanya itu, kemunculan hiu paus di perairan kawasan konservasi Kaimana dapat menjadi identitas dan primadona kawasan konservasi setempat.
Di sisi lain agar tidak melebihi daya dukung sumber daya, Santoso juga menekankan perlunya pengaturan jumlah bagan yang beroperasi di kawasan konservasi dan pelibatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi secara langsung dalam pengelolaan sehingga dapat memberikan penghasilan bagi masyarakat.
Sementara itu, Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Pamuji Lestari dalam keterangannya menjelaskan bahwa hiu paus termasuk jenis ikan yang dilindungi secara penuh oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 18 Tahun 2013. Dalam peraturan ini segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap hiu paus, termasuk pemanfaatan bagian-bagian tubuhnya, dilarang secara hukum.
Tak hanya menetapkan hiu paus sebagai jenis ikan dilindungi saja, KKP juga telah menyusun keputusan untuk perlindungan jenis yang lebih efektif melalui penerbitan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 16 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Hiu Paus (Rhincodon typus) Tahun 2021-2025.
“RAN memuat tentang strategi, kegiatan, indikator, output, lokasi, waktu, penanggung jawab, dan unit kerja terkait dalam konservasi hiu paus di Indonesia. Pemantauan potensi hiu paus yang telah dilakukan oleh unit pelaksana teknis KKP seperti yang dilakukan LPSPL Sorong ini adalah bentuk implementasi RAN Konservasi Hiu Paus,” jelas Tari.
Senada dengan itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menyampaikan data dan informasi hasil pemantauan hiu menjadi acuan pengelolaan untuk meningkatkan nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (EVIKA) dan efektivitas pengelolaan jenis ikan (EPANJI).
“Hasil penilaian EVIKA tahun 2021 Kawasan Konservasi Perairan Buruway, Arguni, Kaimana, Teluk Etna, dan perairan sekitarnya adalah 51,41. Ini artinya mempunyai status perak atau dikelola secara optimum. Kondisi ini perlu ditingkatkan untuk mencapai status emas,” ujar Andi.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah menegaskan sumber daya ikan di Indonesia termasuk hiu paus perlu dikelola secara bertanggung jawab agar lestari dan memberi kemakmuran bagi masyarakat.[***]