Pingintau.id – “Kita tahu perubahan iklim dunia arahnya sangat mengerikan. Semua negara sudah tahu dan sudah alami bencana yang awalnya tak ada, kemudian ada.”
Kalimat itu diucapkan Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana, di Jakarta, belum lama ini.
Jokowi tak sedang mengada-ada. Perubahan iklim memang sedang melanda dunia. Indonesia berada pada urutan keenam negara terdampak pemanasan global ini dengan skor 9,54. Urutan kelima ada Filipina dengan skor 9,59 Cina berada di peringkat teratas dengan skor 9,98 dari 10. India berada pada posisi kedua dengan skor 9,91.
Hal itu didasarkan pada survei yang dilakukan uswitch.com. Tim peneliti mencatat peristiwa bencana itu mulai 1902 sampai 2021. Data diperoleh dari database kejadian darurat yang diklaim tertulis lengkap di lembaga naungan Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi nonpemerintah, perusahaan asuransi, lembaga penelitian, lembaga pers, dan Pemerintah Belgia, Emergency Events Database (EM-DAT).
EM-DAT ini berisi data inti tentang peristiwa alam lebih dari 22.000 bencana massal di dunia, dari 1900 hingga saat ini.
Bencana yang diteliti adalah kekeringan, gempa bumi, epidemi, suhu ekstrim, banjir, kabut, ledakan danau glasial, dampak luar angkasa, dan serangan serangga. Juga bencana tanah longsor, badai, aktivitas gunung berapi, gerakan massa hingga kebakaran hutan, masuk dalam fokus penelitian. Termasuk juga dampak bencana alam seperti kerusakan yang ditimbulkan, orang yang terkena dampak, dan jumlah korban jiwa.
“Indonesia termasuk 35 negara paling rawan di dunia. Hampir tiap hari ada bencana di negara kita,” kata Jokowi.
Bencana itu membawa risiko kerugian besar. Baik jumlah korban dan material. Karena itu, Jokowi meminta penanggulangan bencana dilakukan terpadu, sistematik dan sesuai rencana induk penanggulangan bencana 2020-2044.
Indonesia memang telah berkomitmen dan bertekad ikut berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca. Mengutip
http://ditjenppi.menlhk.go.id/
, komitmen dan kontribusi itu dilakukan atas dasar sukarela (voluntary), penuh rasa tanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara (sesuai dengan prinsip “common but differentiated responsibilities–respected capabilities/CBDR-RC”).
Di tingkat internasional, Indonesia telah terlibat aktif sebagai salah satu negara peratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Protocol Kyoto. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim), termasuk dalam negara Non-Annex I.
Dengan meratifikasi itu, Indonesia secara resmi terikat dengan kewajiban dan memiliki hak untuk memanfaatkan berbagai peluang dukungan yang ditawarkan UNFCCC atau Kerangka Kerja PBB dalam upaya mencapai tujuan konvensi tersebut.InfoPublik (***)