Siswa Harus Paham dengan Pemanasan Global

Pemanasan global terjadi ketika kondisi suhu rata-rata atmosfer, laut, dan permukaan bumi mengalami peningkatan secara intensif. Pemanasan global yang terjadi ini dampat memberi dampak serius pada perubahan iklim yang tidak menentu, misalnya perubahan awal musim kemarau dan musim penghujan. Pemanasan global juga mempengaruhi kenaikan suhu muka laut di Indonesia.

Marfasran Hendrizan, Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan bahwa Paleoseanografi merupakan ilmu yang dipelajari untuk mengantisipasi pemanasan global yang berdampak terhadap segala aspek di bumi. Seperti diantaranya curah hujan, kondisi air laut dan kondisi atmosfer, dimana secara natural, pemanasan global pernah terjadi di masa lampau.

Hal ini disampaikan pada kunjungan mahasiswa Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Teknologi Bandung di BRIN Kawasan Sains Teknologi (KST) Samaun Samadikun pada Rabu (10/05).

Perkembangan teknologi yang ada saat ini, memungkinkan kita untuk dapat mengukur kondisi laut menggunakan alat. Namun, untuk mengetahui kondisi laut yang ada di masa lampau pada rentang waktu beberapa ratus sampai jutaan tahun yang lalu, tidak ada alat yang dapat mengukur secara langsung parameter laut. “Untuk itu, Paleoseanografi digunakan untuk merekonstruksi karakteristik fisika, kimia dan biologi kondisi lautan di masa lampau tersebut. Paleoseanografi juga mempelajari sejarah pembentukan bumi, laut, atmosfer dalam periode waktu geologi,” ungkapnya.

Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), batas aman pemanasan global agar bumi mengalami perubahan iklim tidak terlalu parah adalah di 1,5°C. Tahun 2020, menunjukkan telah mencapai 1,26°C. “Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang sangat baik dari berbagai elemen masyarakat agar batas pemanasan global yang ditetapkan oleh IPCC tersebut terpenuhi,” ucapnya.

Lebih lanjut dirinya menyampaikan, jika batas 1,5°C tersebut terlampaui maka kita perlu siap siaga terhadap kemungkinan perubahan iklim ekstrem yang akan terjadi di masa depan. “Paleosenografi mempelajari kondisi bumi, hingga dampak yang dirasakan oleh kehidupan jika terjadi pemanasan global. Hal-hal ini dapat dipelajari dari archive dan proxy yang ada,” tuturnya.

Dari data sampel sejumlah 6124 sampel yang saat ini ada di Laboratorium PRIMA BRIN dan dengan metodologi inti sedimen laut telah menghasilkan data berupa kronologi suhu, salinitas, transport sedimen, erosi, input lempung, arus dan massa air laut saat pemanasan global sebesar 3°C pada deglasiasi terakhir (19.000-11.000 tahun yang lalu).

Rima Rachmayani, Dosen Pengampu, menjelaskan bahwa kunjungan hari ini bertujuan untuk 2 (dua) kegiatan. “Kegiatan ini bertujuan untuk kuliah tamu dan kunjungan ke laboratorium. Hal ini dilakukan sehubungan dengan mata kuliah pilihan yaitu pengantar paleoseanografi untuk mengantarkan mahasiswa untuk mengetahui paleoseanografi. Silahkan dimanfaatkan kesempatan ini untuk mendapatkan ilmu yang lebih detail terkait keahlian yang dimiliki,” jelas Rima.

Selain mendapatkan menjelasan terkait Pengantar Paleoseanografi, peserta kunjungan juga mendapatkan penjelasan terkait layanan yang ada di BRIN yang disampaikan oleh Humas BRIN. Layanan di BRIN terbagi menjadi 2 (dua), yaitu layanan berbayar dan layanan tidak berbayar. Untuk layanan berbayar berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210 Tahun 2021, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak Kebutuhan Mendesak yang Berlaku pada Badan Riset dan Inovasi Nasional, untuk pengujian, pengukuran dan kalibrasi. Sedangkan untuk layanan tidak berbayar diberikan kepada masyarakat berdasarkan standar layanan publik di BRIN, yaitu kunjungan tamu, layanan PKL/bimbingan tugas akhir, dan pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). [***]

Penulis: brin.go.id/foto : istEditor: red