“Kisah Guru PAI yang Tak Pernah Viral, Tapi Kini Terkena Berkah Digital”

KALAU tunjangan naik, guru bahagia, kalau guru bahagia, murid ikut senang, kalau murid senang, negara pun tenang. Begitulah hukum sebab-akibat yang seharusnya dicetak dalam undang-undang kebahagiaan nasional.

Pasalnya, setelah bertahun-tahun hidup dalam kepastian yang penuh ketidakpastian, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Non ASN, kini boleh menghela napas syukur sambil mengunyah gorengan di ruang guru.

Menteri Agama Pak Nasaruddin Umar baru saja meneken regulasi baru, yang intinya bikin hati para guru PAI berbunga-bunga seperti taman kota setelah ditanami anggaran APBD.

Melalui PMA Nomor 4 Tahun 2025 dan KMA Nomor 646 Tahun 2025, tunjangan profesi bagi guru PAI Non ASN yang belum inpassing dinaikkan dari Rp1.500.000 menjadi Rp2.000.000 per bulan. Bukan hanya itu, rapelan Rp500.000 per bulan sejak Januari 2025 juga akan dibayarkan. Kalau dihitung, itu sudah cukup buat beli gas 3 kg sebulan plus traktiran cilok se-RT.

Kalau ini bukan kabar baik, kami tak tahu lagi harus berharap pada siapa. Mungkin pada nasi padang yang porsinya bisa dibagi tiga.

Naiknya tunjangan ini bukan cuma soal angka, tapi tentang pengakuan. Karena guru PAI itu ibarat rem tangan spiritual di tengah laju zaman yang makin tak peduli arah kiblat. Tanpa mereka, generasi kita bisa salah niat, salah arah, dan salah download aplikasi.

Dalam konferensi persnya, kemarin, Pak Menteri bilang ini bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan guru. Alhamdulillah, karena selama ini, guru Non ASN sering dianggap seperti bumbu penyedap penting, tapi sering dilupakan di meja makan kebijakan.

Kalau boleh jujur, guru PAI Non ASN itu ibarat lilin di tengah angin ribut, tetap menyala walau kadang ditiup-tiup sama kenyataan hidup. Nah, dengan tambahan tunjangan ini, setidaknya mereka bisa beli pelindung lilin yang tahan angin… atau minimal jas hujan buat hati yang selama ini basah oleh janji-janji.

Kata Pak Dirjen Pendidikan Islam, regulasi ini harus segera disosialisasikan sampai ke level kabupaten/kota, jangan cuma jadi bahan pidato di seminar. Karena guru butuh kepastian, bukan sekadar kata-kata manis yang beraroma pengharum ruangan.

Kata pepatah baru titipan dari guru PAI “Guru yang terlalu sering menunggu pencairan, akan lupa cara tersenyum saat mengajar”.

Begitulah nasib guru yang tiap bulan mengandalkan kata “akan”. Akan dibayar. Akan dirapel. Akan diurus. Tapi dengan terbitnya regulasi ini, semoga kata “akan” resmi pensiun dan diganti dengan kata “sudah” Amin,….

Tapi tunggu dulu, jangan semua diserahkan ke pusat. Kata Direktur PAI, Pak Munir, guru juga harus proaktif. Jangan cuma nunggu kabar sambil ngeteh di ruang guru. Cek info, siapkan dokumen, jangan sampai hak tidak cair hanya karena lupa mengisi formulir pakai pulpen biru.

Toh syaratnya cukup masuk aka punya sertifikat pendidik, 24 jam tatap muka per minggu, plus TBQ maksimal 6 JTM. Jadi, jangan cuma jadi guru agama, tapi jadilah guru yang paham aturan, biar gak kena “dzalim sistem”.

Kalau Finlandia terkenal dengan sistem pendidikannya yang top markotop, maka Indonesia punya kekayaan yang tak kalah mulia guru PAI yang setia mengajar meski kadang honor-nya kalah dari tukang parkir di pusat perbelanjaan.

Coba bayangkan, jika guru PAI di Finlandia diundang makan siang oleh menterinya, maka guru PAI Non ASN di Indonesia cukup bahagia kalau gajinya cair sebelum tanggal tua. Tapi dengan kebijakan baru ini, semoga martabat guru bisa mulai merangkak naik, walau pelan, asal jangan mundur.

Kenaikan tunjangan ini bukan sekadar angka. Ini tentang penghargaan, keadilan, dan masa depan. Karena tidak akan ada generasi beradab jika guru agamanya hidup seadanya.

Dalam dunia pendidikan, guru adalah pelita.
Tapi pelita juga butuh minyak.
Kalau tak diberi, yang ada malah padam sebelum jam pulang sekolah.

Maka, biarlah tulisan ini menjadi alarm yang membangunkan semua pihak pemerintah, guru, dan masyarakat. Mari kita jadi bangsa yang bukan hanya mengenang jasa guru saat Hari Guru, tapi juga mengisi dompetnya sebelum tanggal muda.

Karena seperti pepatah kiriman Uwak saya yang ada di Kampung “Negara yang kuat bukan dibangun dari beton dan baja, tapi dari kesejahteraan para pendidiknya yang setia membangun jiwa”

Sekian opini dari kami. Bila ada guru yang masih belum kebagian tunjangan, semoga bukan karena lupa mengisi form, tapi karena sedang dalam antrean rezeki yang tertunda.

Yang penting tetap mengajar, tetap sabar, dan jangan lupa hidup guru PAI Non ASN, semoga makin manis seperti teh manis yang diseduh pakai air berkat dan penuh doa!.[***]

Penulis: one/foto : kemenagEditor: one