Pingintau.id, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong negara-negara yang tergabung dalam Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU) beserta negara-negara G20 untuk menerapkan standar perikanan yang bertanggung jawab dalam mencegah praktik IUU fishing. Ini menjadi penegasan peran aktif KKP di kancah internasional dalam mensponsori pemberantasan IUU fishing.
“Negara anggota RPOA-IUUF dan G20 berkumpul untuk mendorong penerapan standar perikanan yang bertanggung jawab. Bertepatan dengan presidensi G20, ini menjadi contoh yang tepat untuk tema G20 Indonesia yaitu “Pulih bersama, Bangkit Bersama” di mana dunia dapat saling terhubung untuk mengatasi permasalahan IUU fishing,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat membuka International Workshop on Advancing Regional Standard of Responsible Fisheries to Combat IUU Fishing yang diselenggarakan secara hybrid.
Acara ini diselenggarakan oleh Sekretariat RPOA-IUU dan didukung oleh Arafura and Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA-2) di Bali pada 7 Juni 2022. Anggota RPAO-IUU terdiri negara-negara ASEAN, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.
Workshop ini bertujuan untuk bertukar pengalaman tentang implementasi praktik perikanan yang bertanggung jawab dalam menanggulangi IUU fishing oleh negara RPOA IUU dan negara G20, sekaligus mengakselerasi adopsi standar regional terkait praktik perikanan yang bertanggung jawab dalam penanggulangan IUU fishing ke peraturan dan kebijakan nasional masing-masing negara.
Menteri Trenggono menjelaskan bahwa kebijakan penangkapan ikan terukur yang merupakan salah satu dari tiga program prioritasnya, secara khusus didesain agar pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan benar-benar memperhatikan aspek dan daya dukung sumber daya kelautan dan perikanan, sehingga harapannya sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan secara lestari.
“Ini menjadi guideline bersama bahwa seluruh negara di dunia memiliki tanggung jawab bersama dalam penerapan tata kelola perikanan yang berkelanjutan serta memberantas IUUF,” terang Menteri Trenggono.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda Adin Nurawaluddin dalam keynote speech nya menjelaskan bahwa Indonesia sebagai regional Sekretariat RPOA-IUU berkomitmen memberantas praktik IUU fishing dengan berbagai upaya.
Salah satunya melalui penguatan pengawasan dengan tidak memberikan ruang bagi praktik penangkapan ikan secara ilegal, yang dibuktikan dengan penangkapan 73 kapal pelaku IUU fishing baik berbendera Indonesia maupun kapal berbendera asing dari Malaysia, dan Filipina selama tahun 2022.
“Indonesia telah mengadopsi ketentuan dalam the 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dalam peraturan perundang-undangan nasional, dan kami berkomitmen untuk terus melaksanakan pemberantasan IUU Fishing,” tegas Adin dalam sambutannya.
Sementara itu Koordinator Sekretariat RPOA-IUU, Suharta, menyampaikan sambutan yang menggugah negara anggota RPOA-IUU untuk menjadikan lokakarya ini sebagai momentum untuk membangun semangat bersama dalam melaksanakan CCRF.
“Selain untuk sharing dan diskusi, kami berharap lokakarya ini menjadi momentum yang baik untuk menegaskan kembali komitmen bersama dalam percepatan adopsi maupun implementasi FAO CCRF sebagai instrumen tata kelola perikanan berkelanjutan,” terang Suharta.
Perwakilan ATSEA-2, Handoko Adi Susanto juga menjelaskan bahwa kerja sama regional dan internasional sangat dibutuhkan untuk dapat memenangkan perang melawan IUU fishing.
“Program ATSEA-2 fokus pada upaya melindungi keanekaragaman dan meningkatkan kualitas hidup melalui konservasi dan pengelolaan ekosistem laut yang berkelanjutan,” ujar Handoko.
Dari kegiatan tersebut tercatat dua pendekatan yang diterapkan bagi pelaku IUUF, dimana FAO menerapkan sanksi administratif, sedangkan UNODC mengedepankan penerapan tindak pidana kejahatan perikanan ( fisheries crime ).
Sebagai informasi, lokakarya internasional yang diikuti oleh 11 negara peserta RPOA-IUU dan 13 negara anggota G20 ini menghadirkan narasumber dari FAO, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), SEAFDEC serta perwakilan 5 negara peserta RPOA dan anggota G-20 yaitu AS, EU, Afrika Selatan.
Lokakarya internasional ini sejalan dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono untuk terus meningkatkan peran Indonesia dalam forum internasional terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan dan pemberantasan IUU fishing.[***]