Laksana Tri Handoko imbau periset harus lebih berhati-hati sampaikan opini &informasi di media sosial, begini alasannya..

Pingintau.id, Jakarta – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan edukasi publik di ruang digital dinilai penting, untuk memahami dan juga memilah informasi. Menurutnya setiap pengguna media digital perlu belajar etika seperti saat mengakses informasi, yakni memilah dan memverifikasi kembali sebelum menyebarkannya.

Handoko pun menghimbau para periset di BRIN harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan opini dan informasi di ruang publik khususnya media sosial. Meskipun itu dalam konteks personal, karena di ruang digital saat ini sulit sekali membedakan mana ruang personal dan mana ruang publik. “Apapun yang kita informasikan keluar dan dapat diakses oleh publik berpontensi menjadi informasi publik yang memiliki suatu konsekuensi,” ujar Handoko pada wawancara secara daring dengan TV One, Jumat (30/12).

Hal itu disampaikan Handoko menanggapi pemberitaan mengenai peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin yang menyebutkan potensi hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022 lalu. Pernyataan ini ditulis Erma melalui akun media sosial (medsos) Twitter pribadi, bukan akun resmi milik BRIN.

“Itu adalah opini pribadi. BRIN adalah lembaga penelitian, jadi tidak berhak menyatakan prediksi (potensi hujan dan badai) ke publik. Yang kami lakukan adalah meneliti dan BRIN tidak bisa menyatakan prediksi, itu ada di ranah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),” ujar Handoko.

Oleh karena itu, edukasi ke publik dinilai penting, bagaimana publik harus memahami juga memilah informasi terlebih lagi di era digital seperti sekarang dan tanpa batas. Intinya setiap pengguna media digital perlu belajar etika seperti saat mengakses informasi, yakni memilah dan memverifikasi kembali sebelum menyebarkannya.

Handoko menambahkan, para periset di BRIN melakukan banyak hal dalam menganalisa data serta informasi dan mengembangkan berbagai teknologi untuk membuat prediksi terkait riset yang telah dihasilkan, tetapi dalam hal ini BRIN tidak dalam posisi untuk menyampaikan prediksi tersebut ke publik, BRIN turut menjadi pemasok data utama berbagai informasi, termasuk untuk kebakaran hutan, cuaca, iklim, kebencanaan, kesehatan, nuklir, dan lain sebagainya.

Kepala BRIN Handoko mengungkap prediksi cuaca hujan ekstrem hingga badai dahsyat yang dikeluarkan Erma Yulihastin itu bersifat personal, bukan resmi yang dikeluarkan oleh BRIN. “Kemarin adalah pendapat personal periset BRIN bukan dari segi kelembagaan/BRIN, tetapi dari sisi personal itu bisa saja terjadi. Seperti contoh dulu pernah ada salah satu periset BRIN pernah menyampaikan bakal ada prediksi potensi bencana besar disuatu daerah akibat bergesernya lempengan bumi, yang disampaikan melalui forum ilmiah tapi oleh media disampaikan ke publik yang menafsirkannya berbeda,” ujar Handoko.

BRIN adalah Lembaga riset yang menjadi Lembaga pendukung untuk berbagai pengembangan riset, pemahaman fenomena baru , pengembangan teknologi baru dan pemasok data untuk merekomendasikan hasil dari pengembangan riset yang ada di Indonesia, saat ini BRIN masih  terus berkoordinasi dengan BMKG terkait dengan pengamatan fenomena cuaca ektrim yang terjadi, Kami mengacu terhadap BMKG yang mengeluarkan informasi tentang kondisi cuaca,” sebut dia.

Handoko berpesan agar peneliti BRIN lebih berhati-hati lagi dalam memberikan informasi melalui kanal social media pribadi harus semakin menyadarkan kita semua akan pentingnya penguatan literasi sains bagi publik, selain itu media diharapkan dapat mengutip suatu artikel yang akan diterbitkan dengan mengacu/merujuk kepada otoritas yang berwenang, pungkas Handoko.[***]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *