Pingintau.id, Sharm El-Sheikh, Mesir -Di konferensi PBB Perubahan Iklim atau COP27 Sharm El-Sheikh, Mesir, Indonesia menyuarakan berbagai aksi, strategi, inovasi dan capaiannya sebagai wujud nyata memimpin aksi iklim mencegah kenaikan suhu global. Melalui soft diplomacy Paviliun Indonesia menampilkan kebijakan dan hasil nyata kerja sebelumnya, serta membuka jalan bagi ambisi iklim masa depan bersama-sama para pihak.
“Diperlukan tindakan multilateral, kolektif, dan terpadu sebagai satu-satunya cara mengatasi ancaman global yang sesungguhnya. Kita harus jaga bersama semangat kolaborasi di COP27,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dalam sambutannya saat pembukaan Paviliun Indonesia di venue Tonino Lamborghini, Sharm El Sheikh International Congress Center, dalam rangkaian COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir, Minggu (6/11/2022).
Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah telah berbagi tanggung jawab perubahan iklim dengan kalangan akademisi, bisnis, organisasi masyarakat sipil atau CSO, dan para pihak lainnya. Namun terkadang dalam aksi mitigasi dan adaptasi aksi iklim di lapangan mengalami keterbatasan serta tantangan mencakup dimensi politik dalam pengambilan keputusan, serta adanya perselisihan karena kepentingan prioritas sosial-ekonomi dan lingkungan.
“Terkadang ini menjadi paradoks, bentuk ketidaksesuaian dalam relevansi sosial, sehingga kurang efektifnya kebijakan menjadi tindakan. Untuk itu aksi bersama tentang perubahan iklim membutuhkan pemimpin untuk memandu aksi. Karenanya tema yang dipilih untuk Paviliun Indonesia adalah Stronger Climate Actions Together,” tegas Siti Nurbaya.
‘Stronger Climate Actions Together’ merefleksikan misi dan berbagai hal yang diperjuangkan delegasi RI. Tema ini sesuai dengan tujuan Nomor 13 Pembangunan Berkelanjutan (SDG), yang menyampaikan mandat bagi masyarakat global mengambil tindakan segera memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Pada COP27 tahun ini, Paviliun Indonesia diselenggarakan dalam 36 sesi talkshow panel discussion dengan pelibatan para pihak.
“Melalui paviliun Indonesia akan terlihat bagaimana masyarakat sipil, sektor swasta, dan pemerintah menerjemahkan visi bersama ini ke dalam rencana dan strategi pembangunan nasional, mendekati agenda FOLU Net Sink 2030,” kata Siti Nurbaya.
Indonesia ditambahkannya telah memiliki pendirian yang kuat dalam agenda perubahan iklim yang ditunjukkan dengan berbagai kebijakan dan aksi iklim. Untuk itu Indonesia juga siap berbagi pengalaman dengan negara lainnya di dunia berbasiskan hasil kerja nyata.
“Kami telah berbagi dan akan selalu membagikan pengalaman dari apa yang kami janjikan dan terapkan, bahwa orang lain dapat melakukannya. Kami mendorong setiap bangsa bekerja sama mengambil tindakan lebih jauh dan lebih berani untuk bumi kita,” tegas Siti.
Pemerintah Indonesia telah memperkuat beberapa kebijakan dan implementasi program guna menjawab tantangan. Selain dari sektor FOLU, target NDC juga akan dicapai melalui sektor penting lainnya, khususnya energi, lahan basah dan laut, serta karbon biru.
Adapun tiga modalitas kerja untuk pencapaian FOLU Net Sink 2030 terdiri dari Pengelolaan Hutan Berkelanjutan; Tata Kelola Lingkungan; dan Tata Kelola Karbon.
Strateginya melalui berbagai langkah nyata dengan penurunan deforestasi terendah dalam sejarah, mengendalikan kebakaran hutan dan lahan, serta melibatkan masyarakat dalam program perhutanan sosial.
Selain itu konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut; sink enhancement dengan mempercepat aforestasi dan reboisasi lahan kritis di luar dan di dalam kawasan hutan, revegetasi perkotaan, keberhasilan replikasi ekosistem, dan rehabilitasi eko-riparian.
“Semua ini dilakukan dengan pelibatan peran pemerintah pusat dan daerah, akademisi, NGO, swasta dan kemitraan lintas sektoral. Semua elemen Bangsa diajak bekerja sama menyelamatkan bumi dengan mengembangkan aksi iklim nyata dan komitmen yang lebih kuat, serta jejaring yang lebih luas,” tutup Siti Nurbaya.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Lestari Moerdijat, mengatakan generasi muda (millenial) merupakan kunci perjalanan bangsa bahkan dunia kedepan.
“Mereka menentukan kemana arah dunia, jadi dengarkan suara mereka, libatkan mereka secara aktif,” katanya saat membuka Paviliun Indonesia.
Selain itu, Lestari juga mengungkapkan kearifan lokal mesti menjadi gerakan global tatkala berhadapan dengan perubahan iklim.
“Kearifan lokal dan budaya masyarakat adat memiliki potensi untuk merumuskan kebijakan yang transformatif, adaptif, inovatif dan berorientasi jangka panjang. Masyarakat adat dengan kearifan lokalnya juga memiliki tahapan penting dalam upaya “merawat bumi” sebagai rumah bagi setiap makhluk,”ungkapnya.
Selanjutnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan di bidang kelautan, Indonesia juga sedang mempersiapkan program ekonomi biru sebagai kontribusi yang signifikan terhadap NDC.
“Sejumlah langkah penting yang diambil yaitu perlindungan ekosistem karbon biru di kawasan lindung laut tertutup sebagai konservasi daerah, pembatasan armada kapal perikanan, rendahnya kegiatan budidaya emisi, dan perlindungan terhadap laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, bersifat konkret kontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca,” terangnya.
Sakti juga menekankan aksi kolaboratif untuk perubahan iklim membutuhkan pemimpin untuk memandu tindakan.
Oleh karena itu, Paviliun Indonesia temanya adalah Aksi Iklim yang Lebih Kuat Bersama-sama.
“Kami mengajak setiap bangsa untuk berkolaborasi dalam menyelamatkan bumi dan berbagi tujuan bersama,” katanya.
Pada acara pembukaan paviliun, selain dihadiri oleh Delegasi Republik Indonesia, juga hadir sejumlah perwakilan delegasi negara Inggris, Jerman, Korea, Nigeria, Ghana, Egypt, dan lainnya. (**)