Pingintau.id – Suara gandang tansa ditabuh-tabuh, disusul irama talempong dan diselingi alunan saluang menyelinap di antara manusia-manusia yang berjejer bederet mesra dalam naungan badar. Sementara itu, melodi dari jemari sang musikus yang menari-nari diatas tuts akordeon serasa melengkapi nuansa dan memecah riuh akhir pekan di Alun-Alun Jam Gadang. Sabtu malam, 14 Mei 2022, cuaca Bukittinggi sedang cerah-cerahnya. Di antara gempita keramaian itu, sang purnama mengintip dari peraduan.
Dari balik layar, belasan pasang kaki penari menghentak tanah mengikuti tabuhan yang disenandungkan. Para penari itu memulai aksi dengan memainkan kain putih yang menjelma bagai zirah yang diayunkan membentuk gelombang. Memang, itu adalah simbol gempabumi yang sedang menghentak tanah mengguncang permukiman penduduk di sebuah nagari di Bumi Minangkabau. Kain putih juga diisyaratkan dengan kesedihan atas bencana yang menimpa.
Memasuki bagian ke dua, kain putih yang merefleksikan gelombang gempabumi dan kesedihan berganti dengan permainan payung kertas yang diputar-putar, disatu-padukan membentuk setengah lingkaran sebagai makna perlindungan. Pada bagian itu, para penari ingin menunjukkan bahwa dalam penanggulangan bencana harus ada kekuatan gotong-royong dari seluruh pihak untuk saling menjaga, melengkapi dan melindungi.
Tarian berjudul Tari Anak Nagari dipentaskan sebagai simbol kebangkitan anak cucu Minangkabau dari peristiwa gempabumi dahsyat, seperti yang pernah terjadi pada 2009 silam. Anak Nagari selalu memegang teguh tatanan adat sehingga sekeras apapun musibah yang menempa, kesedihan tak dirasakan berlarut-larut dan semangat optimisme membuncah dalam menyongsong masa depan yang lebih baik.
Di lain babak, Galampuak Bagalombang dipentaskan dengan apik oleh kolaborasi antara Gastarana dengan mahasiswa ISI Padang Panjang. Galambuak ditapuak babunyi rampak, Galambuak jalan bagalombang, indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan. Begitu kebersamaan masyarakat Minangkabau dalam menghadapi persoalan termasuk bencana yang datang. Hidup kekerabatan di Minangkabau sangat kuat memegang teguh ikatan adat.
Makna kebersamaan itu dieratkan dengan bentuk gotong-royong. Ibarat pepatah Minangkabau “Barek samo dipikua, Ringan samo dijinjiang” (Berat sama dipikul, Ringan sama dijinjing). Hal itu sebagaimana konsep daripada penanggulangan bencana yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang mana bencana adalah urusan bersama dan diselenggarakan secara gotong-royong.
Pada bagian akhir, Tari Piring Rancah Poncah dimainkan dengan beberapa atraksi yang memukau. Permainan pecahan beling dan permainan api disuguhkan sebagai simbol kekuatan dan semangat kebangkitan masyarakat Minangkabau dalam menghadapi cobaan.
Di sisi lain, pentas Tari Piring itu sekaligus sebagai kesimpulan yang menggambarkan keseluruhan tema dari Budaya Sadar Bencana yakni “Alam Takambang Jadi Guru”, yang dihelat di tengah masyarakat Bukittinggi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan atas kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kota Bukittinggi.
Ratusan pasang mata di Alun-Alun Jam Gadang Bukittinggi semua mengarah kepada lenggak-lenggok tarian dan hikayat randai berbahasa Minangkabau. Turut hadir menyaksikan pentas seni budaya itu, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, jajaran pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Kota Bukittinggi.
Dalam sepatah kata, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan bahwa pentas budaya seperti itu sudah selayaknya digelar di tengah masyarakat Sumatera Barat, khususnya Kota Bukittinggi. Selain dapat menambah literasi mitigasi bencana, bentuk penyampaian edukasi lewat seni dan budaya sekaligus mampu mempererat kebersamaan serta melestarikan kebudayaan.
Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki tingkat rawan bencana tinggi. Mulai dari bencana geologi, vulkanologi dan hidrometeorologi. Sehingga literasi pemahaman tentang kebencanaan dan upaya mitigasinya serta pencegahan perlu dikuatkan, salah satunya melalui gelaran seni budaya.
“Bencana bisa dikurangi apabila kita kuat dalam aspek pencegahan. Karena kalau sudah tanggap darurat mengatasinya itu tidak mudah,” ujar Suharyanto.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah melalui sebuah pantun, mengucapkan rasa terima kasih kepada BNPB atas kepedulian terhadap masyarakat Sumatera Barat, khususnya Kota Bukittinggi dan sekitarnya.
Melalui bait pantun itu, Mahyeldi mengungkaplan bahwa penyampaian literasi kebencanaan melalui kearifan lokal dan budaya adat setempat menjadi inspirasi seluruh pihak. Dia berharap semoga hal itu kemudian dapat ditularkan kepada daerah lain di Sumatera Barat sehingga dapat terbebas dari bencana.
“BNPB punya acara pagelaran budaya sadar bencana”
“Ramai yang datang menyaksikannya”
“Semoga sumbar tebebas dari segala bencana”
“Dengan pencerdasan melalui budaya,” ungkap Mahyeldi.
Setali tiga uang dengan Mahyeldi, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar juga berterima kasih kepada BNPB yang telah memfasilitasi pagelaran Budaya Sadar Bencana di Alun-Alun Jam Gadang. Erman mengakui bahwa literasi kebencanaan masih memang belum banyak diajarkan kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
Wali Kota termuda se-Tanah Air itu berharap ke depannya literasi kebencanaan dapat masuk pada kurikulum pendidikan formal sejak dini, sehingga masyarakat lebih mengenal jenis-jenis bencana dan bagaimana memitigasinya.
“Terima kasih kepada BNPB yang telah memfasilitasi terselenggaranya Budaya Sada Bencana di Kota Bukittinggi,” ungkap Erman.
“Kami menyadari masih ada yang belum paham tentang bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana. “Kami minta dimuatkan dalam kurikulum tambahan, disisipkan dalam sesi pelajaran di Kota Bukittinggi, bagaimana anak-anak ini menjadi sadar bencana dan menjadi mentor ketika terjadi bencana,” pungkasnya.
Budaya Sadar Bencana merupakan giat penguatan literasi kebencanaan oleh BNPB yang sebelumnya juga telah dilaksanakan di beberapa lokasi di Tanah Air dengan menggali potensi dan kearifan lokal di tiap-tiap wilayah. Pada tahun 2022, Budaya Sadar Bencana dihelat di Bukittinggi dan juga akan digelar di wilayah Nusa Tenggara Timur. Sebelum dimulai kegiatan tersebut, BNPB juga membagikan lima ribu masker secara gratis kepada seluruh pengunjung Alun-Alun Jam Gadang Bukittinggi. Hal itu dilakukan demi menegakkan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya penularan Covid-19.[***]