Belajar dari Gelombang II Banyak Korban, Satgas Covid-19 Minta Jangan Berpuas Diri, Perlu Kebijakan Berlapis Diterapkan, Begini Ulasannya

Petugas medis Puskesmas Agats melakukan pemeriksaan kesehatan warga yang akan menerima suntikan vaksin COVID-19 di Ewer, Asmat, Papua, Jumat (2/7/2021). Pemerintah Kabupaten Asmat gencar melaksanakan vaksinasi COVID-19 untuk masyarakat termasuk jemput bola dengan mengerahkan tenaga kesehatan ke kampung-kampung. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

Pingintau.id – Terjadinya lonjakan kedua (second wave) di Indonesia pada Juli lalu lebih disebabkan menurunnya kepatuhan protokol kesehatan masyarakat. Hal ini ditambah dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan aktivitas sosial masyarakat saat adanya periode libur panjang. Dan dipengaruhi juga varian delta sebagai varian of concern (VOC) yang pertamakali ditemukan di India pada Oktober 2020.

Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan penemuan varian delta di Indonesia pada Januari 2021, tidak serta merta mengakibatkan lonjakan. Dikarenakan Indonesia mampu mengantisipasi sehingga menunda ledakan kasus dalam kurun waktu lebih dari 5 bulan sejak varian delta masuk ke Indonesia.

“Namun, belajar dari gelombamg kedua yang dialami Indonesia dengan banyaknya korban, maka kita tidak bisa berpuas diri dengan menunda saja. Namun lebih optimal mengurangi angka importasi kasus dengan memasifkan tes dan karantina,” Wiku dalam Keterangan Pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Selasa (21/9/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.

Karenanya, dalam mencegah lonjakan kasus kedepan, berbagai upaya pengendalian harus dilakukan sebagai bentuk kebijakan berlapis. Dalam konteks mencegah varian baru masuk, seperti varian Mu dan Lamda, maka tidak hanya mobilitas internasional yang perlu diperhatikan, melainkan mobilitas di dalam negeri.

Dengan merujuk temuan oleh Linka et al tahun 2020 yang menggunakan data dari 10 negara di Eropa, menyatakan bahwa mobilitas lokal atau domestik secara khusus berpengaruh terhadap perkembangan kasus atau reproduction number di suatu daerah. Dan secara spesifik membantu mengidentifikasi peluang suatu kegiatan atau acara menjadi klaster baru atau hotspot penularan baru.

Untuk itu, mengingat semakin lama semakin banyak sektor sosial masyarakat yang dibuka secara bertahap secara nasional, ditambah akan ada beberapa event internasional seperti pertemuan diplomasi dan perhelatan olahraga, maka diperlukan intervensi khusus terhadap aktivitas tersebut.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah pemerintah daerah dapat membantu memastikan target kepatuhan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah pusat dapat dijalankan dengan baik. Seperti membentuk satgas khusus dalam pelaksanaan acara besar maupun di fasilitas publik yang hendak melakukan pembiukaan bertahap atau ujicoba protokol kesehatan.

“Hal ini nantinya akan memberikan dampak positif bagi sektor kesehatan atau ekonomi dankesehatan,” tegas Wiku.