12th East Asia Summit (EAS) Foreign Ministers’ Meeting EAS adalah “Kapal” Bersama untuk Ciptakan Stabilitas dan Perdamaian

Pingintau.id, Phnom Penh, “Jika Indo-Pasifik adalah laut yang dipenuhi dinamika, maka EAS adalah “kapal” dimana kita mendayung bersama untuk mencapai tujuan, yaitu perdamaian dan stabilitas”, kata Menlu Indonesia dalam Pertemuan para Menlu EAS di Phnom Penh, 5 Agustus 2022.

Menlu Retno secara terus terang sampaikan kekhawatiran mengenai situasi dunia saat ini. Perang bukan lagi sesuatu yang tidak mungkin terjadi, namun sudah merupakan bagian realitas. Perang di Ukraina merupakan salah satu contoh dari realitas ini. Lebih jauh lagi, Menlu Retno sampaikan bahwa Kawasan lain bukan tidak mungkin akan mengalami hal yang sama, mengingat saat ini kita melihat sejumlah flashpoints yang dapat berubah menjadi konflik terbuka, termasuk Myanmar dan situasi di Taiwan Straits. “Oleh karena itu, dunia saat ini sangat memerlukan kearifan dan tanggung jawab semua pemimpin, semua negara, agar perdamaian dan stabilitas terjaga”, menurut Menlu Retno.

Kawasan Indo-Pasifik juga menjadi perhatian Indonesia dalam Pertemuan para Menlu EAS. “Indo-Pasifik merupakan Kawasan yang sangat strategis bagi dunia, termasuk bagi pemulihan ekonomi dunia”, ujar Menlu Retno.

Untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di Indo-Pasifik, Menlu Retno sampaikan 3 pemikiran untuk EAS:

Pertama, EAS harus terus dibangun dengan menggunakan paradigma kolaborasi. ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) dibuat memang untuk menebarkan paradigma kolaborasi tidak saja di ASEAN, namun juga lebih jauh dari Kawasan Asia Tenggara. Yang diperlukan saat ini adalah kerja sama konkret. “Dan kerja sama ini hanya dapat dilakukan jika semua menjalankan positive sum game, dimana semua pihak akan memiliki keuntungan dengan adanya kerja sama ini.

Kedua, EAS harus dinavigasi dengan menggunakan Piagam PBB dan Hukum Internasional. “Pada saat lautan gelap dan guideless, maka Piagam PBB dan Hukum Internasional seharusnya menjadi “lighthouse-nya”, ujar Menlu Retno. Selain itu, penting juga penghormatan terhadap prinsip dan norma yang sudah disepakati bersama termasuk apa yang ada dalam Piagam PBB dan Bali Principles 2011.  Menlu Retno tekankan bahwa penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah adalah prinsip yang tidak dapat ditawar.

Ketiga, EAS harus menjadi model bagi arsitektur Kawasan. Isu inklusivitas menjadi kunci dan ASEAN terus membuka pintu bagi kerja sama dengan semua pihak melalui ASEAN-led mechanism.

Sebagai penutup, Menlu RI mengajak semua negara untuk bekerja sama dalam menciptakan stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di Kawasan Indo-Pasifik.

Pertemuan EAS adalah forum ASEAN  untuk bertemunya 18 negara di Kawasan Indo-Pasifik. Pertemuan dihadiri oleh Menteri Luar Negeri dan perwakilan Menlu dari Indonesia, Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, RRT, India, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia dan Amerika Serikat.

Dalam pertemuan kali ini, Indonesia sebagai incoming chair EAS mendapatkan kesempatan pertama bicara di antara Menteri Luar Negeri negara partisipan EAS lainnya.[***]

 

Sumber: Kemlu RI​