Pingintau.id – Ribuan benur atau benih bening lobster (BBL) hasil tangkapan dilepasliarkan di kawasan Pantai Manjuto-Sungai Pinang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada Jumat, 8 April 2022. Lokasi ini dipilih berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) terkait habitat yang cocok bagi kelangsungan hidup BBL.
Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi, Piyan Gustaffiana mengatakan benur tersebut berasal dari pengungkapan kasus oleh Subdit IV Ditkrimsus Polda Jambi.
“Alhamdulillah, rekan-rekan dari Polda Jambi telah berhasil menggagalkan upaya penyelundupan BBL di tempat penampungan BBL di Kecamatan Muara Bulian, Batanghari,” kata Piyan di kantornya, Jumat (8/4/2022).
Piyan menambahkan, pengungkapan ini tak lepas dari laporan masyarakat dan pengintaian yang dilakukan oleh Polda Jambi sejak Rabu, 6 April 2022. Hingga pada Kamis, 7 April 2022 sekira pukul 05.30 WIB, dilakukan penggerebekan dan penangkapan terhadap 7 pekerja di lokasi tersebut.
“Saat digerebek mereka sedang tidur dan terdapat kolam terpal yang berisikan benih bening lobster,” urainya.
Dari kasus ini, aparat menemukan barang bukti berupa 3 box styrofoam yang berisi 6.100 ekor BBL dalam keadaan hidup. Benur ini dikemas dalam 57 kantong dengan rincian 5.050 ekor jenis mutiara dan 1.050 ekor jenis pasir.
Dalam kesempatan ini Piyan menegaskan, penggagalan kasus oleh Polri sekaligus pelepasliaran benur oleh BKIPM menjadi bukti kedua lembaga yang kian sinergis. Dia mengingatkan, tindak kejahatan penyelundupan benur bisa dijerat dengan Pasal 92 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beleid tersebut berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (Satu miliar lima ratus juta rupiah)”.
“Selain itu ada juga Pasal 87 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3 miliar,” ujarnya.
Dalam Pasal 88 UU Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, disebutkan juga pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).
“Regulasi-regulasi ini bukti keseriusan negara dalam menjaga BBL sekaligus mengembangkan budidaya dalam negeri,” tutup Piyan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmennya terhadap budidaya lobster dalam negeri. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2020 yang sekaligus melarang ekspor benur.KKP (***)