Ini Cara Cegah BBM Subsidi Agar Tidak Salah Guna

Pingintau.id – Tidak bisa dipungkiri penyaluran bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji bersubsidi telah mendorong geliat ekonomi di masyarakat terutama yang berpenghasilan rendah.

Pergerakan ekonomi tersebut mulai dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sopir angkutan umum, sopir bus dan truk maupun masyarakat merasakan dampak penyaluran itu BBM dan gas subsidi tersebut.

Dengan penyaluran subsidi, ongkos transportasi bisa dijaga, harga kuliner kaki lima dan warung makanan terjangkau, termasuk ongkos distribusi barang bisa bersaing.

Jadi bayangkan jika semua subsidi itu dicabut, harga-harga pasti akan melonjak tinggi. Inflasi meroket ujungnya mempengaruhi daya beli masyarakat.

Kondisi itu tentu tidak diinginkan oleh siapapun karena itu dapat memicu ketidakstabilan di masyarakat.

Oleh karena itu, kebijakan subsidi energi merupakan pilihan yang diambil pemerintah untuk membantu masyarakat dan menggerakkan ekonomi.

Komponen administered price (harga diatur pemerintah) dalam struktur inflasi dijaga betul agar tidak melonjak tinggi.

Namun yang masih menjadi persoalan adalah bagaimana subsidi itu tidak bocor dan jatuh ke orang-orang tidak berhak. Karena banyak kasus orang kaya masih menikmati pertalite, solar bersubsidi atau bahkan gas elpiji tiga kilogram.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Agustus 2022 lalu pernah mengatakan sebanyak 86 persen pertalite dinikmati 30 persen orang kaya. Pun halnya dengan solar. Dari Rp 143 triliun total anggaran, orang kaya dan dunia usaha menikmati Rp 127 triliun.

Menkeu pun sadar masalah kebocoran ini tidak terlepas dari kebijakan subsidi terhadap barang bukan orang. Akibatnya sulit untuk mengawasi agar BBM bersubsidi itu benar-benar tepat buat mereka yang membutuhkan.

Anggaran subsidi berisiko melonjak dari tahun ke tahun. Apalagi jika harga minyak mentah dunia meroket tinggi itu.

Melihat masalah kebocoran tersebut, perlu terobosan lain agar subsidi bisa benar-benar tepat ke sasaran. Pemanfaatan teknologi digital adalah salah satu opsi yang bisa diterapkan.

Hal itu yang setidaknya sudah diuji coba oleh PT Pertamina sebagai pelaksana penyalur BBM bersubsidi penugasan. Pertamina mulai memberlakukan pembelian BBM bersubsidi dengan penggunaan QR Code baik solar bersubsidi maupun pertalite.

Pertamina juga mulai menguji coba pembelian gas tabung tiga kilogram dengan penggunaan kartu tanda penduduk. Data-data itu lalu dimasukkan ke dalam sistem Mypertamina dan disinkronkan dengan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Pendataan yang dilakukan Pertamina memang baru sebagian kecil dan belum bisa dilakukan eksekusi pembatasan karena masih menunggu keputusan dari pemerintah. Namun infrastruktur yang dibangun oleh Pertamina akan mempermudah jika pengendalian itu dilakukan.

Misal, beleid revisi Perpres 191 tahun 2014 mengatur mobil cc 1.400 ke atas dilarang “minum” pertalite. Bila semua pemilik mendaftarkan kendaraannya ke sistem Pertamina, maka akan terdeteksi mana saja kendaraan yang di atas atau di bawah 1.400 cc saat pembelian bensin bersubsidi.

Pun misalnya jika dilakukan pembatasan jatah pembelian BBM bersubsidi setiap hari per kendaraan. Maka akan terbaca juga, rekam pembelian bahan bakar tersebut.

Namun yang juga mesti diperhatikan adalah bagaimana pendaftaran itu bisa lebih mudah dan cepat. Karena sejumlah keluhan pengemudi, mereka harus mencoba berulang kali agar data mereka sesuai dan mendapat QR Code. Belum lagi masalah sopir yang gagap teknologi sehingga sulit melakukan pendaftaran secara online.

Untuk itu, sosialisasi yang sudah dijalankan saat ini oleh Pertamina mesti digencarkan lagi ke komunitas-komunitas para sopir. Gerai-gerai sosialisasi pendaftaran bisa dibuka di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Di sisi lain yang tak kalah penting adalah dengan terus meng-update sistem yang dimiliki Pertamina sehingga tak ada data-data konsumen bocor atau sistem tidak berjalan baik.

Langkah Pertamina juga mesti didukung oleh kebijakan pemerintah terkait pembatasan-pembatasan yang dilakukan. Karena bila hanya menggunakan sistem Mypertamina tanpa dukungan regulasi, maka dampak untuk pengendalian BBM bersubsidi akan sangat kecil. (***)