Tidak Ada Wilayah Tanpa Risiko Selama Pandemi, Perlu Disiplin Tinggi

Pingintau.id- Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengingatkan, tidak ada wilayah yang tanpa risiko selama pandemi, hanya ada risiko tinggi dan risiko rendah. Tidak ada nol risiko, jadi apapun yang dilakukan terutama di luar rumah hanya meningkatkan atau menurunkan risiko penularan COVID-19 terhadap diri dan orang lain.

“Dan ingat varian Delta menular jauh lebih cepat dari varian sebelumnya, jadi tidak ada kegiatan yang aman dari risiko,” ujar Jodi, Rabu (21/7/2021).

Dia mengatakan, keterpaduan menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini sangat penting. Tidak bisa salah satu ketat dan yang lain kendor. Sayangnya, menurut Jodi, pada perayaan Iduladha 1442 Hijriyah lalu, pemerintah menemukan beberapa daerah yang masih melakukan pelanggaran protokol kesehatan yang telah dianjurkan.

Masih ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak menghiraukan Surat Edaran Menteri Agama tentang Penerapan Protokol Kesehatan Dalam Penyelenggaraan salat Iduladha dan Pelaksanaan kurban tahun 1442 H dan juga himbauan dari Majelis Ulama Indonesia serta organisasi keagamaan lainnya.

Dia juga menyayangkan adanya kerumunan massa di Bandung dan Ambon. Penyaluran aspirasi yang lebih aman sudah tersedia. Pemimpin daerah yang terpilih secara demokratis telah membuka berbagai cara menyerap aspirasi masyarakat.

“Tindakan ini sangat disayangkan karena akan meningkatkan risiko penularan COVID-19 varian Delta ini dalam satu dua pekan kedepan,” ujarnya.

Jodi menegaskan, tindakan yang meningkatkan risiko seperti melanggar pedoman dan anjuran dari pemimpin dan ulamanya sendiri akan mengurangi efektivitas dari usaha-usaha bersama mencegah penularan varian Delta ini lebih lanjut. Pada akhirnya banyak orang yang akan merugi karena tindakan melanggar panduan prokes dan lalai bisa menunda upaya relaksasi yang direncanakan akan dilakukan pada 26 juli mendatang.

“Beberapa orang yang berbuat, puluhan juta orang akan menanggung risikonya. mari kita camkan baik-baik kenyataan yang tidak menyenangkan ini,” tandas Jodi.

Peningkatan Tracing dan Testing

Meski begitu, dia memastikan, pemerintah tidak akan tinggal diam. Selain mereka yang melanggar akan kena sanksi, pemerintah akan mengambil langkah-langkah antisipasi. Di antaranya pemerintah dalam waktu dekat akan melakukan peningkatan tes dan lacak atau testing dan tracing di wilayah-wilayah yang selama ini kurang berjalan dengan baik. TNI dan Polri didukung Kementerian Kesehatan dan Satgas Penanganan COVID-19 di BNPB akan memimpin pelaksanaan testing dan tracing ini. Gerakan kerelawanan yang akan terlibat dalam kegiatan ini.

Menurut Jodi, pemerintah telah mengidentifikasi setidaknya ada belasan ribu relawan yang bergabung dengan bidang relawan satgas dan ratusan ribu yang bergabung dengan bidang perubahan perilaku. tentunya masih ada ribuan lainnya yang bergabung dengan organisasi relawan lainnya.

“Sistem testing dan tracing yang massif akan siap dalam waktu dekat. Apabila ditemukan kasus positif dari testing dan tracing di lapangan, maka mereka akan dibawa ke pusat-pusat isolasi yang sudah dibuat pemerintah. dimana mereka akan mendapat penanganan dan diberikan obat-obat gratis yang dijamin pemerintah. dan apabila yang terkena adalah kepala keluarga maka keluarga itu akan diberikan bantuan sosial oleh pemerintah guna meringankan beban mereka,” papar Jodi.

Sesuai Instruksi Mendagri terbaru, lanjut Jodi, pelaksanaan PPKM level 4 ini akan berjalan sampai 25 Juli 2021. Dan atas arahan presiden maka pada tanggal 26 juli 2021 akan dilakukan relaksasi di beberapa daerah hanya jika daerah tersebut menunjukkan perbaikan dari semua sisi dengan merujuk kepada kriteria level yang telah disepakati.

Sebagaimana diketahui, Jodi menyebut, pengetatan secara gradual dilakukan jika tingkat transmisi COVID-19 memasuki level yang tinggi dan Bed Occupancy Rate (BOR) meningkat secara signifikan mendekati 80%. Sebaliknya relaksasi secara bertahap bisa dilakukan jika tingkat transmisi COVID-19 sudah melambat dan BOR menurun dibawah 80% secara konsisten selama beberapa waktu tertentu.

Masih menurut Jodi, keputusan pengetatan dan relaksasi juga harus memperhitungkan kondisi psikologis masyarakat dan level transmisi penyakit. serta kemampuan distribusi bantuan sosial yang disediakan pemerintah. Keputusan melakukan relaksasi ataupun pengetatan adalah kombinasi dari keempat faktor yang mewakili laju transmisi penyakit, kemampuan respons sistem kesehatan, kondisi psikologis masyarakat, dan kemampuan distribusi bansos.

Pemerintah telah menentukan level 1 hingga 4 berdasarkan beberapa indikator. Pertama, penambahan kasus konfirmasi per 100 ribu penduduk selama 1 minggu. Hal ini untuk menentukan tingkat transmisi COVID-19.

Kedua, jumlah kasus COVID-19 yang dirawat di RS per 100 ribu penduduk selama 1 minggu. indikator ini dapat menjadi leading indicator kenaikan kasus, karena beberapa daerah ada yang menahan publikasi kenaikan kasus. Ketiga, Bed Occupancy Rate dari fasilitas rawat isolasi dan ICU untuk COVID-19.

Reisa menambahkan, dirinya berharap masyarakat indonesia akan siap mentaati dan mematuhi peraturan PPKM Darurat dengan tujuan membuka kembali aktivitas sosial dan kemasyarakatan. Tapi butuh kerja bersama dan gotong royong yang solid dalam mencapai tujuan bersama tersebut.

Selain adanya beberapa pelanggaran di Iduladha kemarin, berdasarkan data satgas per 11 juli 2021 terdapat 95 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 75 persen dan 112 yang memiliki tingkat kepatuhan menjaga jarak kurang dari 75 persen.

“Presiden sudah menegaskan ulang, semua wajib pakai masker dan jangan lepas apabila bertemu dengan orang lain,” ujarnya.[***]

ril