Pingintau.id, – Malam sekitar pukul 20.30 malam beberapa hari lalu, ku melintas di jalan perumahan bersama istriku dengan memacu kendaraan roda dua, dibilangan Jalan Azhari Kalidoni Palembang, meski banyak lampu jalan berdiri setiap jarak 10 meter, namun lampu-lampu juga tidak begitu terang, dipinggir jalan kiri -kanan masih banya ditumbuh rumput ilalang yang subur.
Lampu kendaraan roda dua ku pun tak begitu terang, namun sorotannya masih bisa menerangi jalan yang ku lintasi, tak beberapa lama berderet binatang kecil memanjang yang melintas itu, ku kira ular, istri ku sempat berteriak untuk mengingatkanku, “Itu ada ular yang melintas, hati-hati”, teriak istriku.
Aku pun memperlambat pacu kendaraan, namun ketika semakin dekat sorotan lampu kendaraan semakin jelas, ternyata bukan ular, melainkan curut yang tengah melintas bersama tiga ekor anaknya yang lucu-lucu. Tiga ekor anak curut yang berukuran 3 cm itu berjajar, mulutnya saling menggit, yang paling depan menggigit buntu induknya, dan nomor dua dan tiga juga terlihat menggigit buntut saudaranya.
Lucu, memang tingkah laku curut bersama tiga ekor anaknya tersebut, apalagi ketika sorot lampu motor ku mendekat arah mereka. Induknya mulai bersuara keras “cuit…cuit, ciut,” persis seperti suara burung, namun bedanya suara curut lebih nyaring dari burung. Mungkin induk curut itu mengingatkan ku agar tak menambraknya, bersama tiga ekor anaknya.
Aku bersama istriku mulai berkomentar dengan kelakukan sang curut yang melintas dan menyeberang jalan dengan lucu itu. “ Itu kebesaran Allah SWT”, ungkap istriku.
Meski binatang sekecil itu tak diberi kesempurnaan seperti manusia tapi insting cukup lumayan.
Artinya setiap spesies curut memiliki variasi suara yang unik, namun, secara umum, suara curut cenderung terdengar ceria dan berulang-ulang dengan kecepatan yang khas.
Aku pun bersama istri mulai bercerita ngalor -ngidul dikendaraan roda dua, untuk saling menghibur, menurutku curut dan anaknya,- curut kecil, tinggal di sarang kecil mereka di dekat sebuah hutan. Mereka adalah keluarga curut yang ceria dan penuh petualangan. Biasanya, mereka aktif di malam hari karena mereka hewan nokturnal.
Curut, dengan rasa ingin tahu yang besar, ingin mengajak curut kecil untuk bermain di malam hari di luar sarang mereka. Ia ingin menunjukkan pada anaknya betapa indahnya dunia malam dan keajaiban yang ada di sana.
“Malam ini, kita akan berpetualang di luar,curut kecil,” kata Curut dengan penuh semangat. “Kau akan melihat keajaiban malam yang tak terlupakan.”
Curut Kecil, yang belum pernah keluar pada malam hari sebelumnya, merasa antusias dan sedikit gugup. “Tapi ibu, apakah aman bermain di malam hari?” tanya Curut Kecil dengan cemas, ungkapku ke istri mengisi obrolan bersama istri di jalan.
Curut tersenyum dan menjawab dengan penuh kepercayaan, “Tentu saja, anakku. Kita adalah hewan nokturnal, dan malam adalah waktu terbaik bagi kita. Aku akan melindungi kamu.”
Mereka berdua meninggalkan sarang mereka dan memasuki dunia malam yang sejuk. Langit gelap dihiasi oleh gemerlap bintang dan bulan yang bersinar terang. Cahaya rembulan menyinari jalan mereka saat mereka berjalan menyusuri hutan.
Curut Kecil memandang sekeliling dengan takjub. Dia melihat serangga-serangga yang berkilauan di dalam rumput, dan mendengar suara binatang-binatang yang tersembunyi di balik pepohonan. Ada jangkrik yang menyanyikan lagu malam mereka, dan angin malam yang sepoi-sepoi melintas di sekitar mereka.
Curut memperkenalkan Curut Kecil pada teman-teman sejenis mereka, seperti tikus dan tupai. Mereka bermain bersama dan berlarian di antara pepohonan yang gelap. Curut Kecil tertawa riang melihat betapa menyenangkan bermain di malam hari.
Saat mereka berjalan lebih jauh, mereka melihat parit yang mengalir dengan tenang di bawah sinar rembulan. Curut mengajak Curut Kecil duduk di tepi sungai dan mengamati gemercik air.
“Anakku, dunia malam ini memiliki keajaiban yang unik,” kata Curut dengan penuh kasih sayang. “Kita dapat menikmati ketenangan dan keindahan alam yang tak tergantikan di sini.”
Curut Kecil merasa begitu bahagia dan berterima kasih kepada ibunya, karena telah membawanya ke petualangan yang luar biasa ini. Mereka berdua duduk di tepi sungai itu, merasakan kehangatan dan kedamaian malam yang membelai wajah mereka.
Dibalik cerita ngalor -ngidul usai curut melintas bersama tiga ekor anaknya itu, aku dan istriku mengambil hikmahnya bahwa curut itu telah mengajarkan kepada kita, betapa sayangnya curut dengan anaknya, dan pentingnya mengeksplorasi dunia di sekitar kita, bahkan di malam hari. Terkadang, keindahan terbesar dapat ditemukan ketika kita melangkah keluar dari zona nyaman kita dan membuka mata kita untuk petualangan baru.[***]