Pingintau.id – Kawasan Nusa Dua, Bali, sudah terlihat rapi dan cantik. Siap menyambut dan melayani delegasi mancanegara dan kegiatan itu yang nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dusa, Bali, pada awal November 2022, sudah di depan mata. Bagi Indonesia, sukses tidaknya penyelenggaraan KTT menjadi taruhan reputasi.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun bekerja keras agar penyelenggaraan pertemuan pimpinan negara ekonomi maju dunia meraih sukses besar. KTT G20 diperkirakan dihadiri lebih dari 6.500 orang dari 26 negara. Kini, kawasan Nusa Dua sudah terlihat rapi, cantik, dan siap menyambut dan melayani delegasi dari mancanegara dengan keramahtamahan ala Indonesia.
Berkaitan dengan rencana tersebut, kali ini akan dikupas lebih jauh tentang dampak positif pertemuan akbar itu. Persiapan menuju KTT G20 pada 15-16 November 2022 sudah cukup panjang. Sebagai informasi, Indonesia didapuk sebagai Presidensi G20 ditetapkan pada KTT G20 ke 15 di Riyadh, Arab Saudi, pada 22 November 2020.
Sejak diputuskan sebagai Presidensi G20, Indonesia langsung ngebut melakukan persiapan penyelenggaraan KTT G20 ke-21 di Bali. Termasuk, penyiapan seluruh infrastruktur penunjangnya.
Dalam rangka Presidensi G20 Indonesia, tema yang diangkat adalah “Recover Together, Recover Stronger” yang memiliki harapan agar negara-negara di dunia dapat segera pulih dari pandemi secara bersama-sama di berbagai sektor. Agar, segera terjadi pemulihan yang mempunyai ketahanan dan keberlanjutan.
Nah, bagaimana manfaat ekonomi dari perhelatan KTT G20? Diyakini, Presidensi G20 Indonesia membawa manfaat ekonomi dan strategis bagi negara ini. Pasalnya, seperti pernah disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Megiarso, banyak keuntungan yang diraih Indonesia terkait posisinya sebagai Presidensi G20.
Bahkan pada kesempatan itu, Susiwijono memiliki keyakinan bahwa penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia akan membawa manfaat ekonomi 1,5 hingga 2 kali lebih besar secara agregat, jika dibandingkan dengan penyelenggaraan acara Annual Meeting IMF World Bank di Bali pada 2018.
Apa benar seperti itu? Diketahui, ketika penyelenggaraan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali yang berlangsung selama tujuh hari, ada 19.056 peserta yang datang dari 144 negara. Jumlah kegiatan hanyalah satu kegiatan utama.
Laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan, dampak langsung gelaran pertemuan Annual Meetings IMF dan Bank Dunia senilai Rp6,9 triliun. Komponen itu meliputi pengeluaran delegasi, biaya konstruksi, dan biaya operasional.
Lantas, akankah keberhasilan penyelenggaraan IMF-World Bank Annual Meetings itu bisa terulang kembali pada penyelenggaraan KTT G20 di tempat yang sama, yakni di kawasan Nusa Dua Bali? Lalu, akankah kegiatan skala global itu juga akan memberikan reputasi yang positif bagi Indonesia?
Besar keyakinan, reputasi Indonesia akan terangkat dengan adanya KTT G20 di Indonesia. Wartawan dari berbagai belahan dunia, minimal dari 26 negara, hadir sebagai peserta akan memberitakan perhelatan akbar 20 negara ekonomi dunia itu. Sehingga, tentu akan muncul persepsi yang positif bagi Indonesia dengan sejumlah keunggulannya.
Belum lama ini, Bank Indonesia melakukan riset berkaitan dengan persepsi terhadap penyelenggaraan G20 tersebut, model yang diambil adalah pertemuan Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) pertama pada 9-10 Desember 2021, yang menandai dimulainya Presidensi G20 Indonesia di jalur keuangan (finance track).
Tentu sebelum hari penyelenggaraan, kegiatan pra-FCBD sudah dilaksanakan mulai 1 November–10 Desember 2021. Selama periode itu, hasil riset Bank Indonesia mendapatkan data bahwa publik yang ingin tahu kegiatan itu dari medium sosial media mencapai 187.400 dan dari nonmedia sosial mencapai 6,9 juta pencari.
Masih dari data itu, kegiatan FCBD pertama ternyata hanya memberikan sentimen positif sebesar 48,4 persen. Artinya, sisanya sebanyak 51,6 persen masih memberikan sentimen negatif, yakni 51,6 persen.
Kemudian, Bank Indonesia kembali melakukan survei pascapelaksanaan FCBD pertama G20 berlangsung, terutama selama periode 11 Desember 2021-11 Januari 2022. Hasilnya cukup mengejutkan, persepsi publik meningkat terhadap penyelenggaraan kegiatan FCBD Presidensi G20 Indonesia.
Tercatat, publik yang ingin tahu soal kegiatan itu dari sosial media naik menjadi 491.400. Sementara itu, dari nonsosmed mencapai 10,2 juta. Sehingga, itu memberikan sentimen positif mencapai 77,7 persen dan hanya menyisakan sentimen negatif sebesar 22,3 persen.
Jadi bisa diartikan bahwa persepsi positif muncul setelah pemberitaan kegiatan FCBD yang cukup kencang, selain sosialisasi yang dilakukan dengan cukup baik di semua lini masa. Sebagai informasi, peserta yang ikut dalam kegiatan FCBD meeting terdiri dari delegasi yang hadir secara fisik sebanyak 71 orang. Sisanya pendukung baik tamu dan panitia sebanyak 710 orang.
Menurut laporan Bank Indonesia, dari kegiatan FCBD pertama di 2020, telah memberikan kontribusi terhadap okupansi hotel di ITDC di Kawasan Nusa Dua sebesar 23,56 persen. Setahun kemudian, okupansi hotel di pertemuan sejenis pada 2021 naik menjadi 45,96 persen.
Dari gambaran di atas, harapannya penyelenggaraan KTT G20 di awal November 2022 akan memberikan dampak perekonomian bagi Provinsi Bali dan Provinsi di Nusa Tenggara (Balinusra). Bank Indonesia pun telah melakukan riset berkaitan potensi ekonomi yang akan teraih bagi Balinusra.
Sebagai informasi, pemerintah pun sudah menghabiskan dana untuk memperbaiki dan mempercantik Kawasan Nusa Dua sebagai lokasi utama penyelenggaraan kegiatan KTT G20. Dana yang telah dihabiskan itu mencapai Rp526,54 miliar.
Berikutnya, tentang perhitungan dampak ekonomi bagi Balinusra. Ada dua pendekatan yang digunakan Bank Indonesia, yakni moderate dan optimis. Bila pada pendekatan moderate, asumsi delegasi yang akan hadir di kegiatan utama, setiap negara terdapat head of delegation (HoD) dan dua orang delegasi dengan estimasi kehadiran sampai 60 persen.
Sebaliknya dengan menggunakan pendekatan optimis, yakni seluruh event, per event diikuti HoD dan 2 delegasi dengan estimasi kehadiran 100 persen. Bila menggunakan pendekatan moderate, dampak ekonomi terutama bagi sektor pariwisata, wisman yang akan hadir mencapai 2.834 orang dan wisnus mencapai 8.450 orang.
Dari total wisman yang datang sebanyak 2.834 orang, mereka diperkirakan menghabiskan pengeluaran per orang selama kegiatan sebanyak Rp40,836 juta, atau total pengeluaran mencapai Rp208,31 miliar. Sementara itu, untuk pengeluaran 8.450 wisnus, pengeluaran peserta itu diperkirakan rata-rata Rp9,121 juta atau total mencapai Rp77,08 miliar sehingga dengan pendekatan moderate pengeluaran wisman dan wisnus mencapai Rp285,39 miliar.
Sementara itu, dengan pendekatan optimis maka akan diperoleh estimasi wisman yang datang mencapai 10.301 orang dengan pengeluaran per orang Rp40,84 juta. Artinya total pengeluaran mencapai Rp420,63 miliar.
Sementara itu, wisnus yang hadir mencapai diperkirakan sebanyak 10.238 orang @ Rp9,12 juta atau sebanyak Rp93,38 miliar. Dari total kedatangan wisman dan wisnus diprediksi bisa mencapai Rp514,02 miliar.
Dengan pendekatan optimis itu, maka bisa lebih ditajamkan lagi ihwal distribusi dana yang dikeluarkan wisman dan wisnus, yang jumlahnya mencapai Rp514,02. Mengacu pengalaman dari penyelenggaraan IMF-World Bank Annual Meetings, distribusi pengeluaran ternyata lari ke sektor perdagangan dengan mengambil porsi 24,67 persen, atau setara Rp70,41 miliar (moderate) dan Rp126,81 miliar (optimis).
Berikutnya, sektor transportasi berkontribusi 23,99 persen dengan nilai Rp68,37 miliar (moderate) dan Rp123,31 miliar (optimis). Selanjutnya porsi akmamin sebesar 40,01 persen dengan nilai Rp114,18 miliar (moderate) dan Rp205,66 miliar (optimis), jasa perusahaan dan jasa lainnya 11,33 persen dengan nilai pengeluaran Rp32,34 miliar (moderate) dan Rp220,97 miliar, sehingga totalnya masing-masing Rp285,39 miliar (modertae), dan Rp514,02 miliar (optimis).
Perolehan pendapatan dari penyelenggaraan KTT G20 di atas itu barulah dihitung dari dampak ekonomi secara langsung. Diketahui, pertemuan akbar pemimpin ekonomi dunia tentunya juga memberikan dampak ekonomi tidak langsung.
Artinya, banyak sekali dampak positif dari penyelenggaraan KTT G20 terhadap perekonoman Indonesia. Seperti, penambahan produk domestik bruto, penyerapan tenaga kerja, suvenir milik UMKM, serta terdongkraknya sektor pariwisata dan investasi.
Ujung semua itu, ekonomi Indonesia terakselerasi. Selain tentunya, reputasi Indonesia sebagai tuan rumah pun terdongkrak di mata dunia internasional. Nilai serupa itulah yang tidak bisa dihitung secara angka.(***)