Pingintau.id -Penanganan dan pencegahan penyebaran virus COVID-19 khususnya kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan upaya dan perhatian lebih, yang berbeda dengan anak pada umumnya. Guna memastikan perlindungan kesehatan bagi mereka pada masa yang penuh tantangan ini, pemerintah mendorong kerja sama berbagai pihak.
Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi menegaskan, setiap anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, memiliki hak yang sama, seperti hak untuk bertumbuh kembang, mendapatkan perlindungan, pendidikan, serta pengasuhan yang baik.
“Mereka juga merupakan generasi penerus bangsa yang dapat memberikan sesuatu bagi Indonesia, karena di balik keterbatasannya, mereka pasti memiliki kelebihan,” tutur Kartini dalam Dialog Rabu Utama Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN (20/9/2021).
Pelayanan kesehatan bagi ABK, kata Kartini, penanganannya secara umum sama seperti masyarakat pada umumnya. Hanya saja, dalam pelaksanaannya, para tenaga kesehatan harus memperhitungkan kondisi, riwayat kesehatan, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap mereka.
“Bagi ABK yang terinfeksi COVID-19, tenaga kesehatan akan memberikan obat serta tindakan yang sama dengan masyarakat umum. Namun tentu saja tenaga kesehatan akan mempertimbangkan banyak hal, karena anak-anak ini membutuhkan perlakuan khusus,” ujarnya.
Percepatan vaksinasi bagi ABK termasuk penyandang disabilitas, menjadi salah satu prioritas pemerintah. Di antaranya, dengan memanfaatkan vaksin produksi Sinopharm hibah Raja Uni Emirat Arab yang dialokasikan khusus bagi kelompok rentan ini.
Kendati demikian, Kartini menjelaskan, tidak tertutup kemungkinan bagi ABK untuk mendapatkan suntikan vaksin merek lainnya, karena semua vaksin COVID-19 di Indonesia memiliki fungsi yang sama dalam meningkatkan imunitas tubuh terhadap virus tersebut.
“Untuk vaksinasi ABK, dapat mengakses langsung ke Puskesmas atau sentra vaksinasi seperti masyarakat pada umumnya. Di lokasi tersebut, pendamping harus menyampaikan kepada petugas tentang kondisi ABK yang didampingi,” ujar Kartini.
Hal ini sejalan dengan pengalaman dari Founder London School Center For Autism Awareness, Prita Kemal Gani. Putri Prita adalah seorang ABK, yakni anak autistik, dan telah mendapatkan suntikan vaksin merek Sinovac di sentra vaksinasi Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Menurutnya, pelayanan mendapatkan jalur khusus,” papar Prita.
Ia sangat menghargai layanan tersebut, mengingat ABK cenderung memiliki tingkat keresahan tinggi, tidak bisa menunggu atau berkumpul bersama banyak orang, juga mempunyai kesulitan komunikasi verbal.
Ketersediaan akses khusus tersebut tidak hanya berlaku bagi ABK. Prita menjelaskan, pada bulan April pihaknya mendapatkan undangan vaksinasi untuk kaum difabel di GBK. Ia memberangkatkan 75 orang kaum difabel dewasa secara bertahap. Menurutnya, sentra vaksinasi GBK memberikan tenda dan jalur khusus, serta kemudahan akses bagi para kelompok difabel.
Tidak berhenti di upaya vaksinasi, ikhtiar memberikan edukasi protokol kesehatan bagi ABK juga dinilai sangat penting dan dapat dilakukan dengan metode tertentu.
“Anak-anak autistik sangat menyukai repetisi. Karena itu edukasi protokol kesehatan seperti memakai masker dan cuci tangan harus terus-menerus dilakukan. Setelah paham dan menjadikan itu sebagai kebiasaan yang diulang-ulang, mereka akan disiplin serta konsisten melaksanakan kegiatan tersebut,” jelas Prita.
Perlindungan kesehatan bagi kaum difabel, terutama ABK menuntut sinergi banyak elemen masyarakat, baik dari komunitas, lembaga kesehatan, juga pihak swasta.
Salah satu lembaga yang giat melaksanakan layanan vaksinasi bagi kaum difabel adalah i-SERVE Vaccine YCAB yang membuka sentra vaksinasi secara lantatur (drive thru). Ketua Umum i-SERVE Vaccine YCAB James Revelino menyatakan, pihaknya telah membantu vaksinasi lebih dari seribu orang ABK berusia 12-17 tahun, bekerja sama dengan Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
“Kami menyediakan metode drive thru, ruang vaksin terpisah, dan jalur khusus bagi para kaum difabel yang sulit melakukan vaksinasi bersama dengan masyarakat umum. Kami juga memberikanlayanan antar jemput bagi mereka, bekerja sama dengan Blue Bird,” papar James.
Sebelum pelaksanaan vaksinasi, pihaknya selalu melakukan persiapan diskusi dengan petugas dan pendamping, guna mendapatkan informasi tentang kondisi ABK yang akan disuntik. Sebelum divaksin, para relawan dan tenaga kesehatan berusaha membuat ABK merasa nyaman. Kemudian, setelah vaksinasi selesai, petugas juga terus melakukan pemantauan kondisi kesehatan ABK yang bersangkutan.
Semua upaya ini dilakukan, agar setiap ABK bisa mendapatkan hak perlindungan kesehatan seperti anak-anak pada umumnya. Begitu pula hak atas pendidikan dan kesempatan untuk berkembang, yang harus diwujudkan tidak hanya oleh keluarga dan orang tua, melainkan dengan bantuan Kita harus belajar menerima, memberikan kesempatan, menjaga perasaan dan mendukung anak- anak berkebutuhan khusus, karena mereka istimewa dan berharga.[***]