Pingintau.id – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memusnahkan 11,4 kg ikan segar asal Jepang dan 267 ekor ikan hias asal Kolombia karena melanggar aturan.
Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jakarta I, Heri Yuwono menegaskan, pemusnahan ini sejalan dengan peran BKIPM sebagai penyedia quality assurance.
Dia mengungkapkan, ikan segar asal Jepang terdiri dari jenis ikan Kanpachi/Seriola dumerili sebanyak 8 kg dan Fresh hirame/Paralichthys olivaceus sebanyak 1,5 kg serta 1,9 kg Kinki/Sebastolobus macrochir.
“Pada ikan ini ditemukan Penyakit Ikan Karantina Golongan I yaitu viral haemorrhagic septicemia (VHS),” jelas Heri saat pemusnahan di Jakarta, Senin (14/3/2022).
Kemudian pada ikan hias asal Kolombia tidak dilengkapi dengan Rekomendasi Pemasukan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Selain itu terdapat jenis ikan yang dilarang pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran, Dan Pengeluaran Jenis Ikan Yang Membahayakan dan/atau Merugikan Ke Dalam dan Dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Jenis ikan yang tidak dilengkapi Rekomendasi Pemasukan tersebut terdiri dari 8 ekor Sapu-sapu (Panaque sp.), 14 ekor Silver dollar (Myleus schomburki), 48 ekor Sapu-sapu (Baryancistrus demantoides), 5 ekor Sapu-sapu (Panaque titan), 60 ekor Cichlid (Geophagus pallegrini), dan 91 ekor Cichlid (Cichlasoma severum/Heros severus). Sedangkan jenis yang dilarang pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia sebanyak 41 ekor yaitu jenis Gulper/Asterophysus batrachus.
“Kita musnahkan, karena kualitas dan keamanan produk perikanna merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Heri menerangkan, sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penetapan Jenis Penyakit Ikan Karantina, Organisme Penyebab, Golongan dan Media Pembawa, viral haemorrhagic septicemia Virus (VHSV) merupakan organisme penyebab Penyakit Ikan Karantina (PIK) Golongan I yang dilarang pemasukan ke dan penyebarannya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Kemudian untuk ikan hias yang dimusnahkan, diimpor melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 14 Februari 2022 dan ikan segar diimpor pada tanggal 24 Februari 2022. Pemusnahan dilakukan di Instalasi Karantina Ikan BKIPM Jakarta I dengan dua cara yaitu dengan cara dibakar dan perendaman (short bathing) menggunakan larutan formalin untuk selanjutnya dikubur.
“Pemusnahan ini disaksikan pemilik dan saksi dari instansi terkait yang ada di wilayah Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Polresta, Bea Cukai, dan Karantina Pertanian),” tutupnya.
Berdasarkan tindakan karantina pemeriksaan, kegiatan pemasukan Impor ikan hias dari Kolombia tersebut melanggar Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang (UU) 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, yaitu tidak menyerahkan dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di antaranya persyaratan Rekomendasi Pemasukan dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya untuk pemasukan Impor.
Tindakan karantina selanjutnya dilakukan penahanan yang diatur dalam Pasal 44 ayat (2) dan (3) UU 21 Tahun 2019, dan pemilik media pembawa diberikan kesempatan untuk dapat memenuhi dokumen persyaratan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pemilik media pembawa menerima surat penahanan. Setelah batas waktu pemenuhan dokumen persyaratan yang harus dilengkapi tidak terpenuhi, dilakukan tindakan karantina penolakan sesuai Pasal 45 ayat (2) huruf (d) UU 21 Tahun 2019 dan dalam batas waktu penolakan yang ditetapkan yaitu 3 (tiga) hari kerja media pembawa tidak segera dikembalikan ke negara asal dilakukan tindakan karantina pemusnahan dan pemilik media pembawa menanggung segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pemusnahan sesuai Pasal 48 ayat (1) huruf (c) UU 21 Tahun 2019.
Apabila pemilik media pembawa tidak bersedia menanggung biaya pelaksanaan pemusnahan, pemilik media pembawa melanggar Pasal 89 UU Nomor 21 Tahun 2019 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan meminta jajarannya untuk memperkuat pengawasan. Hal ini diperlukan guna menjaga kelestarian ekosistem perikanan Indonesia, termasuk dari bahaya ikan dan penyakit ikan karantina.KKP.(***)