Ragam  

Mengenal Adat Melemang Desa Kepur Disetiap 10 Muharram

UNTUK mengambarkan kondisi etnisitas penduduk di Desa Kepur, terlebih dahulu mesti dijelaskan definisi etnis pribumi yang dipakai. Istilah “pribumi” digunakan sebagai oleh para penduduk di Desa Kepur yang berasal dari wilayah Sumatera Selatan. Dengan kata lain, klaim “pribumi” digunakan oleh penduduk untuk membedakan asal mereka dengan para penduduk lain yang berasal dari daerah lain, terutama warga yang dulunya transmigran yang berasal dari pulau Jawa.

Latar belakang etnis penduduk desa Kepur dapat di katakan plural, meski keragamannya tidak seperti di awal pembentukannya karena perubahan komposisi penduduk dari observasi yang didapatkan keterangan bahwa masyarakat berlatar etnis Sumatera merupakan mayoritas 99%. Sementara lainnya, berasal dari etnis jawa dan etnis lainnya yang jumlahnya sangat sedikit. Komunikasi antara penduduk Desa Kepur yang plural lebih banyak menggunakan Bahasa Melayu.

Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat di desa Kepur. Tingkat persentase hanmpir mencapai 99%. Agama lain yang dianut adalah Kristen yang memiliki persentase 1%. Agama Kristen yang di bawa oleh penduduk transmigran berasal dari Sumatera Barat.

Dengan masyarakat yang dominan menganut  agama islam maka adat atau kebudayaan melemang ini. Menjadi salah satu tradisi yang dapat ditemui saat tahun baru islam (10 muharram) yang sering dirayakan oleh masyarakat Desa Kepur dengan cara, memasak bambu yang diisi dengan ketan putih dan ketan hitam yang mempunyai rasa manis dan asin ( lemang ).yang dimasak dari sore sampai malam hari. Sejarah Awal mula melemang mengikuti kebiasaan leluhur di zaman dahulu yaitu kepuyangan. Kepuyangan di zaman dahulu untuk memperingati sunnah nabi Muhammad SAW. Dengan cara mebuat lemang tersebut supaya dapat menarik minat masyarakat dan juga memperluas penganut agama islam.

Dengan diadakanya melemang pada setiap tahunnya membuat masyarakat di Desa Kepur menjalin tali silaturahmi dengan baik dan lebih akrab. Lemang yang sudah dibuat saat sore hari hingga malam hari kemudia, keesokannya masyarakat berbondong-bondong membawa lemang untuk bergotongroyong membersihkan makam puyang temenggung. mengingat bahwa jasa puyangan sebagai guru besar islam Didesa kepur.

Lemang yang dibawa oleh masyarakat akan di hidangkan Bersama-sama untuk di makan Bersama saat selesai gotongroyong jadi masyarakat yang tidak membuat lemang akan mersakan lemang yang dibawa bersama tadi. Tidak sampai disitu saja pada malam hari nya akan diadakan acara do’a Bersama untuk sedekah desa dan membersihkan peninggalan kepuyangan seperti kris dan lain-lain.

Peninggalan kepuyangan ini sangat di percayai oleh masyarakat tersebut dengan adanya hal mistis tetapi masyarakan bukan menyalahgunakan dengan menyembah hal mistis itu. namun, hanya merawat peninggalan kepuyangan saja. Karena, dapat kita ketahui bahwa sanya allah SWT. Menciptkan mahluk halus dan kasar. Yang saling berdampingan itu lah yang dilakukan masyarakat desa kepur. Untuk menjaga dan menghormati peninggalan dari leluhur di Desa kepur.

Acara melemang ini juga di rayakan di beberapa desa tetangga yang berdekatan dengan Desa kepur dengan tatanan adat. juga cara yang berbeda. Namun, dengan makna dan tujuan yang sama. Adapun acara melemang ini sudah diakui oleh kabupaten Muara Enim. Sebagai budaya dan sejarah di wilayah kabuaten Muara Enim. lemang kini sudah mejadi salah satu makanan khas kuliner di kabupaten Muara Enim.[***]

 

Oleh : Dela Rahman Praesa