Jumlah Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Meningkat, BRIN Ajak Stakeholder Kembangkan teknologi Baterai Teknologi Tinggi Harga Terjangkau

Pingintau.id, Jakarta –  Jumlah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan per Maret 2022, jumlah KBLBB sebanyak 16.060 unit, atau mengalami kenaikan sebesar 74 persen dibanding 2021 yang mencapai 9.192 unit.

Peningkatan jumlah KBLBB ini hendaknya dibarengi dengan penguasaan teknologi baterai sebagai komponen utama dari KBLBB. Hal ini semakin dipertegas oleh pemerintah yang telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Guna mengantisipasi perkembangan ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberi perhatian serius pada riset pengembangan baterai. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Riset Material Maju, Wahyu Bambang Widayatno pada acara Talkshow di tengah perhelatan Indonesia Electric Motor Show 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (28/09).

Menurut Wahyu, keberadaan baterai pada kendaraan listrik memegang peranan utama karena baterai menjadi komponen utamanya. Sedangkan untuk membuat baterai yang berkualitas dibutuhkan serangkaian kegiatan riset terkait material, manajemen sistem, dan elektronika.

“Untuk menghasilkan sebuah baterai yang berkualitas maka dibutuhkan berbagai jenis material sebagai bahan penyusunnya dan berbagai bidang keilmuan,” kata Wahyu.

Riset baterai yang dilakukan BRIN menurut Wahyu didasarkan atas peningkatan kebutuhan baterai dari tahun ke tahun yang semakin besar. Sementara itu, keberadaan baterai nantinya tidak hanya diperuntukkan pada kendaraan bermotor listrik saja melainkan dapat diaplikasikan untuk kepentingan yang lain seperti berbagai peralatan elektronik yang digerakkan oleh listrik.

“Yang urgen saat ini untuk keperluan kendaraan listrik apalagi pemerintah sudah mendorong percepatan atau akselerasi pengembangan kendaraan listrik yang berbasis baterai di dalam negeri,” kata wahyu.

Kendati KBLBB terus meningkat dari tahun ke tahun, nyatanya konversi dari kendaraan berbasis bahan bakar minyak ke baterai tidak semulus yang diharapkan pemerintah, mengingat banyak tantangan yang masih harus dihadapi. Beberapa tantangan yang harus dicarikan solusi diantaranya harga kendaraan listrik masih dianggap relatif mahal.

“Harganya masih relatif mahal, dan ini yang menjadi salah satu consider-an masyarakat untuk beralih dari kendaraan berbasis BBM ke listrik,” lanjutnya.

Selain harga, tantangan berikutnya adalah jarak tempuh kendaraan untuk sekali pengisian daya baterai. Jarak tempuh ini tergantung dari ketahanan dan kapasitas baterai tersebut. Hal ini menjadi pertimbangan ketika kendaraan listrik menempuh jarak tertentu dan kapasitas baterai telah kosong sedangkan di daerah tersebut belum ada fasilitas pengisian baterai.

Tantangan lainnya adalah waktu pengisian baterai yang relatif lebih lama ketimbang pengisian bahan bakar minyak. Hal ini juga yang menjadi pertimbangan masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.

“Terkait waktu pengisian, saat ini sudah dilakukan riset dalam upaya untuk mempercepat waktu charging, namun ini memang menjadi tantangan bagi dunia riset kita,” lanjut Wahyu.

Dikatakan Wahyu, saat ini BRIN telah mengembangkan riset baterai lithium guna mengantisipasi kebutuhan baterai dengan kapasitas besar dan ukuran yang relatif kecil ketimbang baterai konvensional. Untuk mengembangkan riset baterai lithium ini terdapat beberapa pertimbangan dari sisi safety dan harga.

Agar baterai lithium hasil riset BRIN ini dapat diintegrasikan di kendaraan listrik maka harus dikuasai teknologi kuncinya yakni desain sel baterai serta material yang digunakan dan membuat manajemen sistem dari baterai tersebut agar kompatibel dengan kendaraan listrik.

Menurutnya, harga kendaraan listrik di pasaran, secara umum 30 hingga 40 persennya adalah harga baterai. Wahyu berharap, di masa yang akan datang pihaknya dapat berkolaborasi dengan berbagai stakeholder baik pemerintah maupun swasta untuk terus mengembangkan teknologi baterai dengan teknologi tinggi namun harga terjangkau.

Untuk membuat sebuah baterai menurut Wahyu, pihaknya membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak, khususnya dari berbagai organisasi riset yang ada di BRIN dengan berbagai disiplin keilmuannya. “Hal ini dilakukan mengingat dalam membuat baterai tidak hanya dibutuhkan ilmu tentang material, melainkan juga dibutuhkan kepakaran soal manajemen sistem dan elektronika,” ungkapnya.

“Kami berharap IEMS ini menjadi ajang bagi pelaku industri kendaraan listrik untuk saling berkolaborasi antara pihak industri, pemerintah, dan lembaga riset guna meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi kendaraan listrik di masa yang akan datang,” harap Wahyu.[***]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *