Pingintau.id,- Kalau laut bisa main Twitter, mungkin statusnya sekarang “In a relationship with teknologi Denmark”. Soalnya, Senin (21/4) kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menggelar ‘kopi darat diplomatik’ dengan Menteri Luar Negeri Denmark Lars Løkke Rasmussen di Jakarta. Tapi jangan salah sangka, ini bukan sekadar ngobrolin ikan asin atau harga udang di pasaran. Mereka bicara soal masa depan laut dengan gaya yang lebih tech-savvy dari anak-anak startup.
Pertemuan ini bukan cuma rutinitas pejabat saling salaman dan tukar cendera mata. Ini semacam pitching day, tapi bukan buat cari investor, melainkan buat cari solusi menjaga laut. Sebab, seperti yang kita tahu, laut Indonesia itu luasnya bukan main, tapi dijagainnya sering kelabakan. Ibarat punya halaman rumah 10 hektar tapi cuma dipagari bambu dan dijagain sama seekor angsa pensiunan.
Menteri Trenggono lalu mengajak tamunya keliling markas, menunjukkan Command Center semacam ruang komando Avengers versi KKP. Bukan buat manggil superhero, tapi buat manggil data dari satelit.
Dengan teknologi ini, KKP bisa mantau kapal-kapal yang mondar-mandir di laut Indonesia. Mulai dari yang resmi bawa izin, sampai yang nyelonong masuk kayak maling ayam tengah malam.
Teknologi satelit ini ibarat CCTV langit. Bisa lacak kapal yang main kucing-kucingan, bisa tahu siapa yang nyolong ikan, siapa yang sekadar keluyuran, dan siapa yang cari cinta lama bersemi kembali di tengah laut.
Data dari satelit ini langsung dikirim ke pengawas KKP, yang kemudian akan beraksi bak detektif laut menyusun strategi, mengejar pelaku, dan memastikan tak ada lagi yang main comot ikan seenak perut.
Nah, Denmark nggak mau kalah gaya. Mereka datang bawa cerita soal teknologi drone laut. Bukan drone buat syuting sinetron atau bikin konten TikTok atau medsos lainnya di pantai. Ini drone yang bisa nyemplung ke laut dan patroli otomatis. Kerjanya mirip satpam komplek, tapi bisa berenang dan anti masuk angin.
Drone ini bisa mantau kapal-kapal nakal, bahkan kalau ada yang nyelam diam-diam kayak mata-mata film Hollywood, drone ini bisa mendeteksi.
Mendengar itu, Menteri Trenggono tampak semringah. Bukan karena dapat oleh-oleh, tapi karena membayangkan lautan Indonesia punya mata dan telinga digital yang bisa bekerja 24 jam tanpa minta THR.
“Ini cocok banget,” kata Trenggono, kira-kira. “Laut kita luasnya bukan main, dan teknologi kayak begini bisa bantu banyak.” Ya wajar. Selama ini pengawasan laut kita kadang masih kayak sistem ronda malam: kalau nggak ada kopi dan gorengan, suka ketiduran.
Di tengah perbincangan soal teknologi, Menteri Trenggono juga menyisipkan visi besar Ekonomi Biru. Bukan ekonomi yang warnanya biru karena kehujanan, tapi konsep pengelolaan laut secara berkelanjutan.
Laut tak cuma dilihat sebagai tambang ikan, tapi juga sebagai masa depan bangsa. Ini bukan mimpi di siang bolong, tapi rencana jangka panjang yang sudah punya roadmap, lengkap dengan sistem informasi dan tenaga ahli.
Dengan Command Center dan potensi bantuan drone dari Denmark, Ekonomi Biru ini bisa naik kelas. Bukan lagi wacana seminar, tapi aksi nyata. Bayangin aja, tiap jengkal laut kita dijaga ketat, pencurian ikan bisa ditekan, hasil tangkapan legal meningkat, dan nelayan makin sejahtera. Ini bukan cuma bagus untuk ekonomi, tapi juga buat ekosistem laut yang selama ini sering jadi korban kerakusan.
Tahun ini, Indonesia dan Denmark merayakan 75 tahun hubungan diplomatik. Kalau ini pernikahan, sudah masuk masa platinum, penuh suka duka dan kenangan. Dan sekarang, dari sekadar bertukar duta besar dan undangan kenegaraan, kini hubungan dua negara ini mulai naik level: kerja sama teknologi laut.
Menlu Denmark pun tak pelit pujian. Ia mengaku terkesan dengan sistem pengawasan laut kita yang canggih. Mungkin dia tak menyangka, di balik riuh Jakarta dan panasnya laut tropis, ada teknologi setajam pisau Swiss yang sedang beraksi menjaga kekayaan bahari.
Sebagai penutup manis, ia bilang meski jarak jauh, tapi sebagai sesama negara maritim, Indonesia dan Denmark punya banyak kesamaan. Bahasa diplomatiknya sih manis, tapi kalau diterjemahkan bebas “Bro, laut kita sama-sama luas, yuk jaga bareng-bareng!”
Kerja sama Indonesia-Denmark ini bukan cuma soal alat canggih, tapi tentang cara baru melihat laut. Dulu, laut hanya dilihat sebagai tempat tangkapan ikan. Sekarang, laut adalah masa depan. Dan masa depan itu butuh teknologi, data, serta kerja sama lintas negara.
Dengan satelit yang mengintai dari atas dan drone laut yang patroli di bawah, lautan kita tak lagi sendirian. Ia dijaga, diawasi, dan dihargai. Ibarat rumah yang luas, kini sudah dipagari, dikasih kamera, dan dijaga bodyguard profesional.
Laut kita kini tak lagi jadi korban pencurian. Ia jadi simbol harapan, tempat di mana teknologi dan kebijakan bersatu menjaga bumi. Dan semoga, langkah ini jadi contoh: bahwa menjaga laut tak harus pakai bentakan, cukup dengan teknologi dan niat yang tulus menjaga masa depan, karena jika bukan kita yang jaga laut, jangan salahkan paus kalau suatu hari pindah ke Denmark.[***]