Opini  

Ogoh-Ogoh : Tradisi Unik yang Meriahkan Perayaan Hari Raya Nyepi

Ogoh-Ogoh : Tradisi Unik yang Meriahkan Perayaan Hari Raya Nyepi
Oleh : Ni Putu Suartini
Mahasiswa Prodi PGSD, Universitas Katolik Musi Charitas

Beberapa waktu lalu, Hari Raya Nyepi dirayakan oleh masyarakat pemeluk agama Hindu. Suasana di berbagai daerah khususnya daerah yang memeluk agama Hindu disemarakkan dengan perayaan parade Ogoh-Ogoh.
Patung raksasa yang dibuat secara kreatif oleh masyarakat ini menjadi bagian penting dalam ritual Tawur Agung Kesanga, yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Tradisi ini tidak hanya menggambarkan simbolisasi perlawanan terhadap kejahatan, tetapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang luar biasa.

Makna Filosofis Ogoh-Ogoh

Ogoh-Ogoh merupakan representasi dari Bhuta Kala, yaitu kekuatan negatif yang ada di dunia. Patung-patung ini dibuat dengan berbagai ekspresi menyeramkan dan beragam bentuk, mulai dari raksasa mitologi, makhluk gaib, hingga adaptasi dari karakter modern. Masyarakat Hindu Bali percaya bahwa dengan adanya prosesi Ogoh-Ogoh, kekuatan jahat yang mengganggu keseimbangan alam dapat dinetralisir sebelum memasuki Hari Raya Nyepi.

Pembuatan Ogoh-Ogoh biasanya dimulai beberapa minggu atau bahkan bulan sebelum perayaan. Para pemuda di masing-masing banjar membangun patung ini menggunakan bahan seperti bambu, kertas, dan sterofoam. Banjar merupakan sebuah unit organisasi sosial kemasyarakatan tradisonal yang berfungsi sebagai wadah kehidupan bermasyarakat di tingkat paling bawah dalam struktur sosial dalam masyarakat Bali.

Selain sebagai bentuk kreativitas, kegiatan ini juga mempererat rasa kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat. Proses ini juga melibatkan seni rupa, mulai dari teknik pengecatan hingga dekorasi detail yang memperindah Ogoh-Ogoh agar tampak lebih hidup dan dramatis.
Prosesi Pawai Ogoh-Ogoh

Pada malam sebelum perayaan Hari Raya Nyepi, yang disebut sebagai malam Pengerupukan, Ogoh-Ogoh diarak keliling desa dengan iringan gamelan dan obor. Para pemuda yang mengangkat patung ini akan menggoyang-goyangkan Ogoh-Ogoh secara ritmis, menciptakan kesan bahwa makhluk tersebut sedang bergerak. Prosesi ini melambangkan pengusiran energi negatif dari lingkungan sekitar.

Arak-arakan ini biasanya dihadiri oleh banyak masyarakat yang turut menyaksikan dan memeriahkan acara. Selain itu, masing-masing banjar berusaha menampilkan Ogoh-Ogoh terbaik mereka, baik dari segi estetika maupun konsep filosofis yang diusung. Tidak jarang pula Ogoh-Ogoh dihiasi dengan efek cahaya dan suara untuk menambah kesan dramatis dan magis saat diarak.

Setelah diarak, Ogoh-Ogoh akan dibakar sebagai simbol pemusnahan sifat buruk. Pembakaran ini memiliki filosofi mendalam, yakni melepaskan dan menghilangkan unsur negatif agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Namun, di beberapa tempat, Ogoh-Ogoh terbaik disimpan dan dipamerkan kembali dalam acara budaya tertentu, bahkan ada yang dilelang sebagai koleksi seni.

Pelestarian dan Inovasi dalam Pembuatan Ogoh-Ogoh

Seiring dengan perkembangan zaman, bentuk dan konsep Ogoh-Ogoh pun mengalami inovasi. Beberapa seniman mulai mengeksplorasi tema-tema baru yang tidak hanya berfokus pada makhluk mitologi, tetapi juga mengangkat isu-isu sosial, lingkungan, dan politik. Hal ini menjadikan Ogoh-Ogoh sebagai media ekspresi yang lebih luas bagi masyarakat.

Selain itu, pemerintah dan komunitas budaya juga berperan dalam menjaga kelestarian tradisi ini dengan mengadakan berbagai perlombaan dan festival Ogoh-Ogoh. Kompetisi ini mendorong masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus berkreasi dalam menciptakan Ogoh-Ogoh yang unik dan bernilai seni tinggi. Di beberapa daerah, pembuatan Ogoh-Ogoh juga mulai memperhatikan aspek lingkungan dengan menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan dan teknik daur ulang untuk mengurangi limbah yang dihasilkan.

Dampak Ekonomi dan Pariwisata

Selain memiliki nilai religius dan budaya yang tinggi, tradisi Ogoh-Ogoh juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal. Banyak seniman dan pengrajin yang mendapatkan penghasilan dari pembuatan Ogoh-Ogoh, baik untuk acara Nyepi maupun untuk dijual sebagai cendera mata. Perajin bambu, tukang cat, hingga pengrajin kostum ikut merasakan dampak ekonomi dari tradisi ini.

Masyarakat lain juga mendapatkan manfaat dari tradisi ini. Mereka sengaja datang pada saat acara Pengerupukan sebelum hari raya Nyepi untuk menyaksikan parade Ogoh-Ogoh. Pusat perbelanjaan pun merasakan dampak positif dari meningkatnya jumlah wisatawan yang ingin menikmati pengalaman budaya yang unik ini.

Nyepi : Sehari dalam Keheningan

Setelah perayaan Ogoh-Ogoh yang meriah, keesokan harinya seluruh masyarakat melaksanakan Nyepi, yaitu hari seluruh aktivitas dihentikan. Tidak ada kendaraan yang berlalu lalang, tidak ada lampu yang dinyalakan, dan masyarakat berdiam diri di rumah untuk melakukan refleksi diri. Hari Raya Nyepi menjadi momen penting bagi umat Hindu untuk menyucikan diri dan memperbaiki hubungan dengan alam. Keheningan selama Nyepi menciptakan suasana yang sangat berbeda dibandingkan dengan hari-hari biasa.

Ada bebarapa hal yang dilakukan pada saat hari raya Nyepi Hari Raya Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan terutama di Bali, Indonesia. Nyepi dikenal sebagai “Hari Raya Suci Nyepi” atau “Tahun Baru Saka.” Pada hari ini, seluruh aktivitas duniawi dihentikan untuk melakukan refleksi diri dan penyucian jiwa. Namun, masyarakat yang melaksanakan kegiatan Nyepi tersebut melakukan beberapa hal, antara lain Catur Brata Penyepian, Penyucian Diri Sebelum Nyepi, dan Ngembak Geni.

Catur Brata Penyepian dilaksanakan Umat Hindu Dengan menjalankan empat pantangan utama selama 24 jam penuh. Kegiatan tersebut dilaksanakan mulai dari pukul 06.00 pagi sampai 06.00 pagi keesokan harinya. Empat pantangan tersebut antara lain Amati Geni yaitu tidak menyalakan api atau lampu (termasuk listrik), Amati Karya yaitu tidak bekerja atau melakukan aktivitas fisik/produksi, Amati Lelungan yaitu tidak bepergian ke mana pun, bahkan keluar rumah, dan Amati Lelanguan yaitu tidak menikmati hiburan atau kesenangan duniawi.

Penyucian Diri Sebelum Nyepi dilakukan sebelum perayaan Nyepi. Beberapa upacara yang dilakukan Melasti dan Tawur Kesanga. Melasti kegiatan berupa upacara pembersihan diri dan benda-benda suci ke laut atau danau sedangkan Tawur Kesanga dilakukan berupa persembahan untuk menetralisir kekuatan negatif, biasanya disertai dengan ogoh-ogoh (patung raksasa simbol kejahatan) yang kemudian dibakar.

Kegiatan terakhir yaitu Ngembak Geni, kegiatan yang dilakukan sehari setelah perayaan Nyepi. Keesokan harinya, orang-orang saling bermaafan dan memulai tahun baru dengan hati yang bersih.

Itulah beberapa serangkaian kegiatan yang dilakukan umat Hindu dalam merayakan Hari Raya Nyepi. Nyepi menjadikan umat Hindu membersihkan diri dengan cara introspeksi dan refleksi terhadap yang pernah diperbuat. (***)