Tendangan Parpol & Gawang Sumsel, Sepakbola Ala Demokrasi di Tengah Lapangan Baseball

BUKAN sedang untuk syuting film laga politik, tapi beginilah jadinya kalau partai-partai politik turun ke lapangan, bukan untuk orasi, tapi untuk olah raga. Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru, membuka Turnamen Sepakbola Antar Partai Politik di lapangan baseball Jakabaring Sport City, Rabu 9 Juli 2025.

Kegiatan ini bukan sembarang turnamen, karena setiap gol dihargai Rp250 ribu! Ya, ini bukan debat capres, tapi laga capek-capekan demi semangat persatuan, bukan saling jegal di media sosial, tapi saling umpan di tengah rumput sintetis yang tak memihak warna partai. Iya, saudara-saudara. Dua ratus lima puluh ribu. Cash. Tunai. Tidak pakai bunga….

Sepakbola antar parpol ini bukan sekadar hiburan menjelang pilkada atau ajang pencitraan buat ngisi Instagram DPP. Lebih dari itu, ini adalah bentuk ukhuwah politikal dalam keringat yang sama.

Bayangkan, Ketua partai A yang kemarin debat sengit di meja politik, kini harus ngoper bola ke sekretaris partai B sambil ngatur nafas dan ngelap keringat.

Mungkin ini yang dinamakan politik basah kuyup, bukan lagi politik kering teori. Kalau biasanya kita dengar “jangan bawa urusan pribadi ke politik”.

Dan tentu saja, hadiah Rp250 ribu per gol adalah motivasi yang tidak main-main. Ini bukan Liga Champions, tapi Liga Campur-aduk, campuran antara ideologi, semangat sportifitas, dan sedikit aroma minyak angin. Seorang pemain mungkin lupa nama lawan politiknya, tapi tak akan lupa siapa pencetak gol yang bikin dia kehilangan uang arisan karena taruhan kalah.

Kalau Anda berpikir ini lucu dan hanya terjadi di Sumsel, namun ternyata diluar negeri ada juga, mari kita lirik ke  Jerman, ada Bundestag Football Cup, di mana para anggota parlemen turun ke lapangan untuk bermain bola antar fraksi.

Tujuannya? Membangun relasi lintas partai di luar sidang dan menyegarkan otot serta otak. Di Jepang, beberapa walikota rutin mengadakan pertandingan baseball antar kubu politik untuk menjaga keharmonisan.

Bahkan di Islandia, para politisi lokal ikut bermain curling (ya, olahraga ngepel es itu) sebagai bentuk relaksasi dan rekonsiliasi pasca pemilu.

Jadi, kalau kita punya turnamen antar parpol di lapangan baseball, itu bukan sekadar ide gokil, tapi bagian dari diplomasi tubuh alias sport diplomacy.

Dan bukankah sudah lama kita sadar bahwa politik di Indonesia terlalu banyak teori, terlalu sedikit peluh? Sudah saatnya kita mencuci dendam politik dalam keringat dan mencairkan ketegangan lewat tendangan bola, bukan tendangan meja.

Kegiatan seperti ini seharusnya lebih sering digelar, setiap pilkada, sebulan sebelum debat publik, adakan dulu turnamen voli antar calon.

Setelah debat capres, langsung adakan lomba panjat pinang, biar rakyat tahu, para politisi kita tak hanya jago berdebat, tapi juga jago lari dari lawan dan mengejar bola tanpa bawa isu.

Apalagi di era sekarang, ketika hoaks berseliweran dan kubu-kubuan makin tajam, butuh kegiatan yang bisa merontokkan sekat politik, seperti keringat yang menetes di jersey yang sama-sama bau amis.

Karena di tengah pertarungan politik, kadang kita lupa bahwa semua orang masih manusia, dan manusia yang berkeringat bersama, biasanya lebih susah bertengkar habis-habisan.

Oleh sebab itu, turnamen sepakbola antar parpol ini, seperti sambal di nasi goreng, bikin pedas tapi nagih. Sebuah cara menyenangkan untuk menjahit ulang silaturahmi politik yang kadang robek, karena beda pandangan. Dengan bola, kita bisa menendang ego, mengoper empati, dan menyundul rasa kebersamaan.

Dan soal hadiah Rp250 ribu per gol, itu bukan cuma strategi memotivasi pemain, tapi juga cara mengajarkan bahwa dalam politik, setiap gol untuk rakyat pasti ada ganjarannya, kalau gol ke gawang saja dihargai, apalagi gol ke hati masyarakat?

Jadi, para politisi, jangan cuma jago bikin program yang bikin rakyat tepuk jidat, cobalah bikin gerakan yang bikin rakyat tepuk tangan. Karena sesungguhnya, politik itu bukan soal siapa yang paling keras suaranya, tapi siapa yang paling ringan langkah kakinya menuju kebaikan bersama.

Seperti kata pepatah lama yang baru saya buat “Lebih baik kalah di lapangan sepakbola, daripada menang di TPS tapi tak bisa tidur di rumah karena rakyat ngambek”.[***]

Penulis: oneEditor: one