Hari Asyura: Makna dan Sejarah Penting dalam Islam

Oplus_32

Pingintau.id – Pada tanggal 10 Muharram, umat Islam di seluruh dunia memperingati Hari Asyura, hari yang penuh dengan makna sejarah dan spiritual dalam Islam.

Asyura bukan hanya sekadar tanggal dalam kalender Islam, tetapi juga hari yang dipenuhi dengan peristiwa-peristiwa besar yang mencerminkan keagungan dan kasih sayang Allah kepada umat-Nya.

Makna Spiritual Hari Asyura

Hari Asyura memiliki makna yang mendalam bagi umat Islam. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan pada hari ini adalah puasa Asyura.

Menurut riwayat, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk syukur atas keselamatan yang diberikan Allah kepada Nabi Musa dan kaumnya dari kejaran Fir’aun.

Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Puasa pada hari Asyura, saya berharap kepada Allah akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”

Puasa Asyura tidak hanya menjadi bentuk syukur, tetapi juga menjadi momen untuk merenungkan nilai-nilai kesabaran, keimanan, dan keteguhan hati dalam menghadapi ujian hidup.

Dengan berpuasa, umat Islam diingatkan untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.

Peristiwa Sejarah pada Hari Asyura

Hari Asyura juga diingat sebagai hari di mana banyak peristiwa besar terjadi dalam sejarah Islam. Salah satunya adalah penyelamatan Nabi Musa dan Bani Israel dari Fir’aun.

Menurut kisah yang terdapat dalam Al-Quran, Nabi Musa dan kaumnya terjebak di tepi Laut Merah dengan Fir’aun dan tentaranya mengejar di belakang mereka.

Atas izin Allah, Laut Merah terbelah, memberi jalan bagi Nabi Musa dan kaumnya untuk menyeberang dengan selamat, sementara Fir’aun dan tentaranya tenggelam ketika mereka mencoba mengejar.

Selain itu, Hari Asyura juga diyakini sebagai hari di mana kapal Nabi Nuh mendarat dengan selamat setelah banjir besar yang melanda bumi.

Kapal Nabi Nuh, yang membawa orang-orang yang beriman dan berbagai jenis hewan, berlabuh di Gunung Judi setelah air banjir surut.

Namun, peristiwa yang paling menyayat hati yang diingat pada Hari Asyura adalah tragedi Karbala.

Pada tanggal 10 Muharram tahun 61 Hijriah, cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali, dan keluarganya dibantai di Karbala oleh pasukan Yazid bin Muawiyah. Peristiwa tragis ini dikenang oleh umat Islam, khususnya kaum Syiah, sebagai simbol perjuangan melawan kezaliman dan penindasan.

Tragedi Karbala mengingatkan umat Islam akan pentingnya berdiri teguh dalam kebenaran meskipun harus menghadapi pengorbanan yang besar.

Muharram: Bulan Istimewa dalam Islam

Bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah, dianggap sebagai salah satu bulan yang paling suci dalam Islam.

Selain Hari Asyura, Muharram juga dikenal sebagai bulan yang penuh dengan keberkahan dan ampunan. Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 36, “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (yang dihormati).”

Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, sedekah, dan amal saleh selama bulan Muharram. Bulan ini merupakan kesempatan untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan mencari ridha Allah.

Selain puasa Asyura, puasa Tasu’a yang dilakukan pada tanggal 9 Muharram juga dianjurkan sebagai bentuk ibadah tambahan.

**Peringatan dan Tradisi di Berbagai Negara**

Peringatan Hari Asyura di berbagai negara Muslim memiliki tradisi yang beragam. Di beberapa negara, seperti Iran dan Irak, peringatan ini dirayakan dengan prosesi besar yang melibatkan ribuan orang.

Mereka mengadakan majelis-majelis untuk mengenang tragedi Karbala, dengan pembacaan kisah-kisah tentang perjuangan dan pengorbanan Husain bin Ali.

Di Indonesia, umat Islam biasanya memperingati Hari Asyura dengan berpuasa dan mengadakan pengajian atau ceramah agama. Beberapa komunitas juga mengadakan kegiatan sosial, seperti berbagi makanan dan memberikan santunan kepada yang membutuhkan.(***)

Editor: Red