Pingintau.id – Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama (mainstream) atau media besar yang terverifikasi Dewan Pers, dinilai masih lebih tinggi ketimbang media sosial (medsos) di Indonesia karena informasi yang disajikan berimbang.
“Media mainstream tingkat kepercayaan nya lebih tinggi daripada media sosial,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kominfo), Usman Kansong, dalam acara Forum Literasi Demikrasi bertajuk “Demokrasi Damai Di Era Digital” yang di gelar di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu.
Acara ini turut dihadiri Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Kuncoro Diharjo, Direktur Politik Hukum dan Keamanan Ditjen IKP Kominfo, Bambang Gunawan, Dekan FISIP UNS Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, dan Pemimpin Redaksi Fokus Jateng, Imanuel Didik Kartika.
Oleh karenanya, dia minta media mainstream untuk menjadi rumah yang bisa meluruskan disinformasi atau hoaks yang beredar di media sosial atau media online menjelang tahun politik 2024.
“(Media mainstream) itu harus kita jadikan, seperti bahasa Presiden (Joko Widodo), clearing house, rumah yang meluruskan informasi-informasi atau meluruskan disinformasi-disinformasi,” kata Usman Kansong.
Selain diajak menjadi clearing house, media mainstream diminta menjadi rumah yang melakukan kontra narasi dan rumah yang melakukan mekanisme cek fakta atau fake checking.
“Itu peran dari media mainstream. Sementara peran dari media sosial mestinya menjadi sarana untuk berdiskusi (untuk menghindari disinformasi),” imbuh dia.
Menurut Dirjen IKP Kominfo, dalam meluruskan disinformasi, media mainstream mesti bisa membedakan antara kampanye negatif (negative campaign), kampanye positif (positif campaign) dan kampanye hitam (black campaign).
Kampanye negatif adalah kampanye yang dilakukan untuk menyerang lawan politik, dan hal itu diperbolehkan selama masih dalam Batasan wajar.
Sementara kampanye positif adalah membagus-baguskan atau menghebat-hebatkan diri sendiri atau calon dari kubu politiknya.
“Biasanya ditahun politik ini kita ini sibuk dapat laporan dari berbagai partai politik, katanya ini hoaks, tolong di take down. Sebetulnya itu bukan hoaks, tapi negatif campaign. Negatif campaign boleh, yang nggak boleh negatif konten,” jelas Dirjen Usman.
Sedangkan kampanye hitam dilarang untuk dilakukan karena menyebarkan hoaks atau disinformasi ke masyarakat.
“Mari kita menjadi agen-agen demokrasi di media sosial supaya demokrasi kita meningkat kualitasnya, karena disinformasi di media sosial jadi penyebab turunnya demokrasi,” kata Usman Kansong.
“Mari kita tingkatkan demokrasi di Indonesia dengan menyampaikan informasi yang benar melalui media sosial,” tandas dia.InfoPublik (***)