KETIKA masalah iklim menjadi semakin populer di tengah masyarakat, akan semakin banyak pula perusahaan yang mencoba membangun image “lebih hijau”. Hal ini sangat berkaitan dengan greenwashing. Sudah tahu soal kosakata ini? Greenwashing adalah klaim yang dibuat oleh organisasi atau perusahaan untuk membuat kamu percaya kalau mereka sudah melakukan sesuatu untuk bumi. Padahal mungkin nyatanya tidak demikian. Menurut Earth.org, secara mendasar greenwashing adalah praktek ketika organisasi atau perusahaan menggunakan lebih banyak waktu dan uang untuk mempromosikan diri mereka dengan label sustainable alias berkelanjutan daripada benar-benar meminimalkan dampak lingkungan yang mereka hasilkan. Sayangnya, ini juga yang terjadi dalam dokumen RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PT PLN (Persero) 2021-2030 yang baru dirilis dan diklaim “lebih hijau”. Menurut Peneliti Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari, klaim bahwa RUPTL 2021-2030 berorientasi hijau tidak tepat. Pasalnya, masih ada rencana penambahan PLTU sebesar hampir 13,8 Gigawatt (atau setara 43% kapasitas PLTU yang ada sekarang) dalam periode 2021-2030. Selain itu, batu bara juga memiliki porsi sebesar 59,4% pada bauran energi di tahun 2030, atau lebih dari dua kali lipat dari porsi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dengan 24,8% yang sebagian besar bersumber dari air dan panas bumi. Dalam dokumen tersebut, pemanfaatan EBT juga menjadi pertanyaan besar soal klaim “lebih hijau” karena penambahan kapasitas yang bersumber dari energi terbarukan yakni angin dan surya tidak signifikan, tapi justru memberikan tempat bagi solusi semu lewat energi baru. Di tengah desakan dari para peneliti untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius, terutama setelah peluncuran laporan IPCC, Indonesia lewat dokumen RUPTL-nya belum menunjukan sinyal yang kuat untuk meninggalkan energi batu bara secepatnya. Indonesia malah masih akan membangun PLTU batu bara baru yang menjadikannya sebagai salah satu dari lima negara Asia yang menguasai 80% investasi pembangunan pembangkit batu bara baru di dunia. Jika mengacu pada laporan Greenpeace “Southeast Asia Power Sector Scorecard: Assessing the Progress of National Energy Transition against 1.5 Degree Pathway”, agar berada di jalur 1,5 derajat Celcius, pada 2030 diperlukan 50% energi terbarukan dalam sektor kelistrikan. Dalam skenario terbaik Indonesia tanpa PLTU batu bara baru, Indonesia hanya bisa berada di titik 26%. Indonesia pun harus memberhentikan pembangunan PLTU batu bara baru saat ini juga untuk memberikan ruang bagi energi terbarukan (ET) untuk berkembang dan mencapai target tersebut. Greenwashing dan investasi berkelanjutan juga memiliki hubungan yang erat. Laporan semi-tahunan Global Financial Stability milik IMF mencatat, aset dalam dana investasi berkelanjutan telah berlipat ganda selama empat tahun terakhir menjadi sekitar $3,6 triliun. Namun, mengutip Financial Times, IMF menilai industri investasi berkelanjutan terlalu kecil untuk mendorong transisi dan perkembangan global ke ekonomi rendah karbon. Perlu adanya mekanisme pengawasan dan verifikasi peraturan yang tepat sangat penting untuk menghindari greenwashing. Dana investasi berkelanjutan bisa tumbuh dengan cepat, ujar IMF, bila ada penyelarasan kebijakan terkait pengembangan kerangka hijau baru untuk membantu mengarahkan aliran investasi ke proyek-proyek seperti infrastruktur energi terbarukan. Kita harus terus mendesak pemerintah untuk secepatnya mengurangi penggunaan energi kotor batu bara demi masa depan Indonesia dan memberikan ruang untuk investasi hijau yang sebenarnya tanpa greenwashing. Yang juga harus kamu tahu… Greenpeace merilis serial terbaru berjudul Demi 1%. Serial ini menyoroti satu tahun disahkannya Omnibus Law, UU yang diklaim mampu membuka lapangan pekerjaan dan menyederhanakan birokrasi tapi nyatanya malah memangkas perlindungan lingkungan dan pekerja. UU ini juga malah menguntungkan Oligarki. Tonton serialnya di Youtube channel Watchdoc Indonesia dan bersama kami lawan monster Oligarki dengan menandatangani petisi ini. Salam hijau damai, |