Pingintau.id, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memiliki 7 (tujuh) skema fasilitasi dan pendanaan riset dan inovasi, salah satunya adalah Fasilitasi Pusat Kolaborasi Riset (PKR) yang dapat mengakomodasi seluruh spektrum riset dan berbagai diversifikasi bidang riset yang terus terjadi sepanjang masa karena perkembangan zaman, salah satunya PKR Biofilm.
PKR Biofilm didirikan pada Maret 2022 berpusat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tim kolaborator di dalamnya terdiri dari UGM, BRIN, dan perguruan tinggi mitra, yakni Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) dan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT).
“BRIN bekerja sama dengan perguruan tinggi dan industri membentuk pusat-pusat kolaborasi riset untuk topik-topik spesifik. PKR Biofilm akan membuka peluang berbagai akses terkait penelitian dan fasilitas ilmiah serta memainkan peran penting dalam menciptakan ekosistem penelitian yang baik dan mendorong inovasi yang berdampak pada masyarakat,” ujar Kepala BRIN Laksana Tri Handoko yang disampaikan melalui Widhya Yusi Samirahayu selaku Plt. Sekretaris Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi dalam Webinar Series 1 PKR Biofilm: From Science To Therapy, pada Sabtu (23/7).
BRIN menyambut baik penyelenggaraan webinar, karena bisa menjadi salah satu media untuk memperkenalkan keberadaan PKR Biofilm berbagi pengetahuan dan lebih memperluas kolaborasi riset. “BRIN juga punya kepentingan dan tanggung jawab dalam membangun ekosistem antara para periset yang ada di litbangjirap di lingkungan BRIN, dan perguruan tinggi. Tentunya dengan melibatkan industri untuk mengimplementasikan peluang-peluang dalam melakukan sinergitas riset dan inovasi yang dimulai dari perencanaan sampai dengan hilirisasi,” tutur Widhya.
“Keberadaan PKR Biofilm ini diharapkan memberikan gambaran dan motivasi bagi para peserta untuk ikut serta bersama-sama mewujudkan cita-cita meningkatkan perekonomian dan daya saing bangsa, melalui pemanfaatan hasil riset dan apa yang menjadi target terbentuknya PKR Biofilm, serta keberlanjutannya menjadi center of excellence dapat berjalan dengan lancar,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Yodi Mahendradhata, Plt. Dekan FK-KMK UGM mewakili Rektor Universitas Gadjah Mada menyampaikan, “Infeksi bakteri sebagaimana kita lihat, kembali menjadi perhatian dunia di masa pandemi Covid-19. Terutama terkait infeksi kronis yang berkaitan dengan pembentukan biofilm. Kita tahu bahwa ko-infeksi dan infeksi terkait biofilm berpotensi memperburuk kondisi klinis pada pasien Covid-19 dan meningkatkan mortalitas pada pasien dan memperpanjang serta meningkatkan biaya rawat inap,” terangnya
Dirinya mengungkapkan, biofilm sebagai pertahanan bakteri memang sulit diberantas dengan antibiotik. Sehingga dapat menimbulkan masalah yang sangat serius bagi kesehatan manusia dan berkontribusi tinggi dalam peningkatan angka resistensi antibiotik. Sejauh ini belum banyak agen mikroba dan teknologi yang mampu mengeradikasi biofilm, sehingga riset terkait biofilm dasar dan aplikatif sangat dibutuhkan.
“Webinar ini bertujuan untuk melakukan sosialisasi tentang keberadaan biofilm terutama dampaknya di bidang kesehatan dan usaha – usaha yang bisa dilakukan, pendekatan terapi, dan tentunya selain itu dengan adanya webinar ini dapat terjadi kolaborasi yang lebih luas lagi dan berdampak terhadap kualitas riset serta terbentuknya keberlanjutan PKR untuk mewakili menjadi centra of excellence,” ucap Yodi.
Riset Biofilm
Gusnaniar, Peneliti Pusat Riset Biomedis, Organisasi Riset Kesehatan BRIN menjelaskan bahwa transmisi bakteri, seperti disebutkan sebagai jalanbakteri masuk ke dalam sistem yang akan menyebabkan infeksi atau melakukan mal function implan. “Kita ketahui bahwa bakteri bisa terjadi di semua domain yang ada dalam kehidupan. Bisa dari lingkungan (di Rumah Sakit). dalam domestik misalnya lensa kontak, ke lensa kontak ataupun dari lensa kontak ke kornea mata yang menyebabkan keratitis, atau dalam industri makanan di mana semua peralatannya mungkin terbuat dari metal,” katanya saat menyampaikan materi Bacterial transmission as a starting point of biofilm infection.
Selanjutnya Gusnaniar mengatakan, suatu survei bakteria untuk contaminating, yang paling dekat dengan kita adalah sikat gigi. Di mana sebenarnya itu merupakan reservoir bakteri tumbuh untuk membentuk suatu koloni yang bisa menyebabkan infeksi yang tidak kita duga.
“Jadi transmisi bakteri itu, adalah penyebaran bakteri atau dalam ilmu fisika transport bakteri dari suatu surface. Dari transmisi bakteri ini harapannya akan mencari suatu permukaan atau surface untuk tumbuh. Mereka lebih favorable untuk melekat dan tidak suka berbentuk sel,” ucapnya. Dia akan membentuk siklus, mulai dari akumulasi dan segala macamnya di mana kita ketahui bahwa extracellular polymeric substance (EPS) yang akan bersifat sebagai protektif biofilm,” beber Gusnaniar.
Gusnaniar menambahkan, di dalam biofilm terdapat rongga-rongga atau channel transport yang akan mendistribusikan nutrien di dalam koloni tersebut dan ketika sudah mencapai fase mature atau fase matang akan terjadi dispersal yang krusial yang menyebabkan terjadinya infeksi. Karena sudah banyak bakteri untuk menginvasi semua permukaan yang ada di sekitarnya ataupun jaringan yang ada disekitarnya.
Narasumber BRIN lainnya, Ira Handayani yang merupakan Peneliti Pusat Riset Mikrobiologi Terapan BRIN dalam paparannya menjelaskan pendekatan genome mining untuk penemuan agen antimicrobial, yaitu usaha untuk menggali informasi genome dan bertujuan untuk mencari jalur biosynthetic natural produk dari interaksinya.
Dirinya menjelaskan, beberapa aplikasi genome mining adalah natural product discovery dimana dengan genome mining karakterisasi dari molekul baru pathways dapat dilakukan, produksi natural produk dapat diregulasi oleh biosynthetic gene cluster, dikodekan dalam mikroorganisme dengan menggunakan BGCs dapat diprediksikan. “Enzim bertanggungjawab pada penunjukan natural produk tersebut yang dapat diketahui dengan cara membandingkan hasil tersebut dengan target enzymenya yang diketahui serta hubungan antara BGCs dan natural produk target BGCs dapat diekspresikan dengan menggunakan host sesuai melalui molecular cloning,” papar Ira.
Ira mengungkapkan pula mengenai biosynthetic gene cluster yang merupakan sekumpulan gen yang meregulasi produksi dari natural bage dimana gen-gen membentuk suatu cluster terdiri dari struktur gen, resistan gen, regulatory gen yang secara fisik saling berdekatan. Gen struktural enzim adalah untuk pembentukan secondary metabolite.
Titik Nuryastuti selaku Ketua PKR Biofilm dan berasal dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, menjelaskan tentang selayang pandang PKR Biofilm. Titik menjelaskan bagaimana pusat kolaborasi riset biofilm mulai diumumkan sehingga peserta bisa bergabung. “Kami juga berusaha agar PKR Biofilm ini go international sehingga menyebut biofilm dengan Indonesian Biofilm Research Collaboration Centre (IBRCC),” terangnya.
Titik juga menyampaikan “ruang lingkup PKR Biofilm memfokuskan pada biofilm (bakteri, fungi, polimikrobial) terkait kesehatan. Sedangkan riset yaitu pengembangan terapi antibiofilm baru, mekanisme resistensi dan persistensi biofilm, pencegahan infeksi terkait biofilm dengan smart biomaterial.
“Tujuan PKR adalah menjadi pusat kolaborasi riset biofilm yang unggul, langgeng, sustanable, yang berimplikasi pada bidang kesehatan, mengembangkan riset biofilm di Indonesia, mencetak SDM Iptek yang memiliki kemampuan riset di bidang biofilm dan pengembangannya, dalam rangka peningkatan kapasitas riset Indonesia,” imbuh Titik.
Titik mengajak berkolaborasi, bersinergi dan bergabung di dalam PKR Biofilm. “Kita berkesempatan untuk bekerjasama dengan periset PKR di berbagai multi disiplin ilmu dan institusi bisa menambah jejaring, kemudian difasilitasi BRIN kita bisa memanfaatkan laboratorium di manapun dengan menggunakan ELSA point.
Selanjutnya, Ajeng Arum Sari, selaku Plt. Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN mewakili Plt. Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, Agus Haryono, menyampaikan bahwa webinar ini menjadi momen sangat baik bagi informasi pengembangan riset biofilm di Indonesia maupun di tingkat global. “Saya melihat kegiatan webinar sebagai sarana sharing dan update informasi mengenai riset biofilm dan tentunya ada selayang pandang terkait kolaborasi riset biofilm menjadi wawasan untuk bapak/ibu peserta,“ tuturnya.
Diakhir webinar, Ajeng berharap kolaborasi riset dalam bidang biofilm mampu menjadi rujukan terkait pelaksanaan riset bidang biofilm dengan standar hasil yang sangat tinggi dengan target jurnal global dan mampu mengeksplor alam lokal. “Semoga pelaksanaan ini mampu menciptakan ekosistem riset dan inovasi yang baik dengan kebijakan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi,” pungkasnya.[***]